Kaidah 1
إذَا تَحَرَّكَتِ الْوَاوُ
وَالْيَاءُ بَعْدَ فَتْحَةٍ مُتَّصِلَةٍ فِيْ كَلِمَتَيْهِمَا أُبْدِلَتَا آلِفًا
مِثْلُ صَانَ أَصْلُهُ صَوَنَ وَبَاعَ أَصْلُهُ بَيَعَ.
Apabilah
ada Wawu atau Yya’ berharkah, jatuh sesudah harkah Fathah dalam satu kalimah, maka
Wawu atau Ya’ tsb harus diganti dengan Alif seperti contoh صَانَ asalnya صَوَنَ , dan بَاعَ asalnya بَيَعَ .
Praktek
I’lal :
صَانَ
asalnya صَوَنَ ikut pada wazan فَعَلَ. Wawu diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya
ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi صَانَ.
بَاعَ
asalnya بَيَعَ ikut pada wazan فَعَلَ. Ya’ diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya
ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi بَاعَ.
غَزَا
asalnya غَزَوَ ikut pada wazan فَعَلَ.
Wawu diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah
Fathah, maka menjadi غزا.
رَمَىْ
asalnya رَمَيَ ikut pada wazan فَعَلَ. Ya’ diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya
ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi رَمَيَ. (*Alif pada lafazh رَمَىْ dinamakan Alif Layyinah).
Perhatian:
- Kaidah ini berlaku pada Wau atau Ya’ dengan Harkah asli. Apabila harkah keduanya bukan asli atau baru, maka tidak boleh dirubah. Contoh دَعَوُاالْقَوْمَ .
- Apabila setelah wawu atau ya’ itu ada huruf mati/sukun, maka diklarifikasikan sbb:
- Jika Wawu atau Ya’ tsb bukan pada posisi Lam Fi’il, maka tidak boleh di-I’lal, karena dihukumi seperti Huruf Shahih. Contoh: بَيَانٌ, طَوِيْلٌ, خَوَرْنَقٌ.
- Jika Wawu dan Ya’ tsb berada pada posisi Lam Fi’il, maka tetap berlaku Kaidah I’lal ini. Contoh يَخْشَوْنَ asalnya يَخْشَيُوْنَ . Namun disyaratkan huruf yg mati/sukun setelah Wawu dan Ya’ tsb bukan huruf Alif dan huruf Ya’ tasydid, maka yang demikian juga tidak boleh di-I’lal. Contoh: رَمَيَا, عَلَوِيٌّ, غَزَوَا.
Kaidah 2
إِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ عَيْنًا مُتَحَرِّكَةً مِنْ أَجْوَفٍ وَكَانَ مَا قَبْلَهُمَا سَاكِنًا صَحِيْحًا نُقِلَتْ حَرْكَتُهُمَا إلىَ مَا قَبْلَهَا, نَحْوُ يَقُوْمُ أَصْلُهُ يَقْوُمُ, يَبِيْعُ أَصْلُهُ يَبْيِعُ.
Apabila wau atau ya’ berharokat berada pada ‘ain fi’il Bina’ Ajwaf dan
huruf sebelumnya terdiri dari huruf Shahih yang mati/sukun, maka harakat wawu
atau ya’ tsb harus dipindah pada huruf sebelumnya. Contoh: يَقُوْمُ asalnya يَقْوُمُ dan يَبِيْعُ asalnya يَبْيِعُ.
Praktek I’lal:يَقُوْمُ
يَقُوْمُ asalnya يَقْوُمُ ikut pada wazan يَفْعُلُ . harkah wawu
dipindah pada huruf sebelumnya, karena wawu-nya berharkah dan sebelumnya ada
huruf shahih yg mati/sukun, untuk menolak beratnya mengucapkannya, maka menjadiيَقُوْمُ
يَبِيْعُ
يَبِيْعُ asalnya يَبْيِعُ ikut pada wazan يَفْعِلُ harkah Ya’ dipindah
pada huruf sebelumnya, karena Ya’-nya berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih
yg mati/sukun, untuk menolak beratnya mengucapkannya, maka menjadi يَبِيْعُ
Perhatian:
Perpindahan
Syakal/Harakat/Tasykil/Tanda baca Wau atau Ya’ tersebut dalam Kaidah ini,
tidak berlaku apabila setelah Wawu atau Ya’ terdapat Huruf yang di-tasydid-kan.
Contoh: يَسْوَدُّ
Kaidah 3
إِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ بَعْدَ آلِفٍ زَائِدَةٍ أُبْدِلَتَا هَمْزَةً بِشَرْطِ أَنْ تَكُوْنَا عَيْنًا فِيْ اسْمِ الْفَاعِلِ وَطَرَفًا فِيْ مَصْدَرٍ, نَحْوُ صَائِنٌ أَصْلُهُ صَاوِنٌ, سَائِرٌ أَصْلُهُ سَايِرٌ, لِقَاءٌ أَصْلُهُ لِقَايٌ.
Apabila ada wawu atau ya’ jatuh sesudah alif zaidah, maka harus diganti hamzah, dengan syarat wau atau ya’ tersebut berada pada ‘Ain Fi’il kalimah bentuk Isim Fail, atau berada pada akhir kalimah bentuk masdar. Contoh: صَائِنٌ asalnya صَاوِنٌ dan سَائِر ٌ asalnya سَايِرٌ dan لِقَاءٌ asalnya لِقَايٌ
Praktek I’lal:
صَائِنٌ
صَائِنٌ asalnya صَاوِنٌ ikut pada wazan فَاعِلٌ . wawu diganti
Hamzah, karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada ‘Ain Fi’il Isim Fa’il,
maka menjadi صَائِنٌ
سَائِرٌ
سَائِرٌ asalnya سَايِرٌ ikut pada wazan فَاعِلٌ . Ya’ diganti
Hamzah, karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada ‘Ain Fi’il Isim Fa’il,
maka menjadi سَائِرٌ
عَطَاءٌ
عَطَاءٌ asalnya عَطَاوٌ ikut pada wazan فَعَالٌ wawu diganti Hamzah,
karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada akhir kalimah Isim Masdar,
maka menjadi عَطَاءٌ
.
لِقَاءٌ
لِقَاءٌ asalnya لِقَايٌ ikut pada wazan فِعَالٌ Ya’ diganti Hamzah, karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada akhir kalimah Isim Masdar, maka menjadi لِقَاءٌ .Kaidah 4
إِذَا اجْتَمَعَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ فِيْ كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ وَسَبَقَتْ اِحْدَاهُمَا بِالسُّكُوْنِ اُبْدِلَتِ الْوَاوُ يَاءً وَاُدْغِمَتِ الْيَاءُ اْلأُوْلَى فِي الثَّانِيَّةِ نَحْوُ مَيِّتٌ أَصْلُهُ مَيْوِتٌ وَمَرْمِيٌّ أَصْلُهُ مَرْمُوْيٌ.
Apabila wau dan ya’ berkumpul dalam satu kalimah dan salah satunya
didahului dengan sukun, maka wau diganti ya’. Kemudian ya’ yang pertama di-idgham-kan
pada ya’ yang kedua. Contoh lafadz مَيِّتٌ asalnya adalah مَيْوِتٌ
dan مَرْمِيٌّ
asalanya adalah مَرْمُوْيٌ
Praktek I’lal:مَيِّتٌ
مَيِّتٌ asalnya مَيْوِتٌ mengikuti
wazan فَيْعِلٌ . wau diganti ya’ karena
berkumpul dalam satu kalimah dan salah satunya didahului dengan sukun, maka
menjadi مَيْيِتٌ. Kemudian ya’ yang pertama
di-idghamkan pada ya’ yang kedua karena satu jenis, maka menjadi مَيِّتٌ
مَرْمِيٌّ
مَرْمِيٌّ asalnya
مَرْمُوْيٌ mengikuti wazan مَفْعُوْلٌ . wau diganti ya’
karena berkumpul dalam satu kalimah dan salah satunya didahului dengan sukun,
maka menjadi مَرْمُيْيٌ. Kemudian ya’ yang
pertama di-idghamkan pada ya’ yang kedua karena satu jenis, maka menjadi مَرْمِيٌّ
Kaidah 5
إِذَا تَطَرَّفَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ وَكَانَتَا مَضْمُوْمَةً اُسْكِنَتَا نَحْوُ يَغْزُوْا أَصْلُهُ يَغْزُوُ وَيَرْمِيْ أَصْلُهُ يَرْمِيُ
Apabila Wau atau Ya’ menempati ujung akhir kalimah, dan ber-harakah dhammah, maka disukunkan. Contoh: يَغْزُوْا asalnya يَغْزُوُ dan يَرْمِيْ asalnya يَرْمِيُPraktek I’lal:
يَغْزُوْ
يَغْزُوْ asalnya يَغْزُوُ mengikuti wazan يَفْعُلُ . Wau di ujung akhir kalimah
ber-harakah dhammah, maka disukunkan menjadi يَغْزُوْ.
يَرْمِيْ
يَرْمِيْ asalnya يَرْمِيُ mengikuti wazan يَفْعُلُ . Ya’ di ujung akhir kalimah
ber-harkah dhammah, maka disukunkan menjadi يَرْمِيْ.
Perhatian:غَازٍ
غَازٍ asalnya
غَازِوٌ mengikuti wazan فَاعِلٌ . Wau diganti Ya’,
karena jatuh sesudah harakah kasrah, maka menjadi غَازِيٌ, kemudan Ya’ disukunkan
karena beratnya harkah dhammah atas Ya’ maka menjadi غَازٍيْ, kemudian Ya’
dibuang untuk menolak bertemunya dua mati yaitu Ya’ dan Tanwin, maka menjadi غَازٍ
سَارٍ
سَارٍ asalnya سَارِيٌ mengikuti
wazan فَاعِلٌ . Ya’ disukunkan
karena beratnya harakah dhammah atas Ya’ maka menjadi سَارٍيْ, kemudian Ya’
dibuang untuk menolak bertemunya dua mati yaitu Ya’ dan Tanwin, maka menjadi سَارٍ
اَوَاقٍ
اَوَاقٍ asalnya وَوَاقِيُ mengikuti wazan فَوَاعِلُ wau pada fa’ fi’il
diganti Hamzah, karena kedua wau berkumpul dalam satu kalimah, maka menjadi اَوَاقِيْ. Kemudian Ya’
dibuang untuk meringankannya, maka menjadi اَوَاقِ. Dan didatangkanlah tanwin
sebagai pengganti dari Ya’ yang dibuang, maka menjadi اَوَاقٍ.
Kaidah 6
اِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ رَابِعَةً فَصَاعِدًا فِي الطَّرْفِ وَلَمْ يَكُنْ مَا قَبْلَهَا مَضْمُوْمًا أُبْدِلَتِ الْوَاوُ يَاءً نَحْوُ يُزَكِّيْ أَصْلُهُ يُزَكِّوُ وَ يُعَاطِيْ أَصْلُهُ يُعَاطِوُ
Apabila wau menempati ujung akhir kalimah empat huruf atau
lebih, dan sebelum wau tidak ada huruf yang didhammahkan, maka wau tsb diganti
ya’. Contoh:
يُزَكِّيْ asalnya يُزَكِّوُ dan يُعَاطِيْ asalnya يُعَاطِوُ.
Praktek I’lal:يُزَكِّيْ
يُزَكِّيْ asalnya
يُزَكِّوُ mengikuti
wazan يُفَعِّلُ wau
diganti ya’, karena berada pada akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya bukan
huruf yang didhammahkan, maka menjadi يُزَكِّيْ
يُعَاطِيْ
يُعَاطِيْ asalnya
يُعَاطِوُ mengikuti
wazan يُفَاعِلُ wau
diganti ya’, karena berada pada akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya bukan
huruf yang didhammahkan, maka menjadi يُعَاطِيْ
Perhatian:مَعْطًى
مَعْطًى asalnya
مُعْطَوًا ikut
wazan مًفْعَلاً . wau diganti ya’,
karena berada pada akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya bukan huruf yang
didhammahkan, maka menjadi مُعْطَيًا kemudian ya’ diganti alif karena berharkah
jatuh sesudah harkah fathah, maka menjadi
مُعْطًىاْ
kemudian alif dibuang untuk menolak bertemunya dua mati yaitu Alif dan Tanwin,
maka menjadi مَعْطًى
Kaidah
7
اِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ بَيْنَ
الْفَتْحَةِ وَالْكَسْرَةِ الْمُحَقَّقَةِ وَقَبْلَهَا حَرْفُ الْمُضَارَعَةِ
تُحْذَفْ نَحْوُ يَعِدُ أَصْلُهُ يَوْعِدُ و يَئِدُ أَصْلُهُ يَوْئِدُ
Apabila
wau ada diantara harkah fathah dan kasrah nyata, dan sebelumnya ada huruf
mudhara’ah, maka wau tersebut dibuang. Contoh: يَعِدُ asalnya يَوْعِدُ dan يَئِد ُ asalnya يَوْئِدُ
Praktek I’lal:
يَعِدُ
يَعِدُ
asalnya يَوْعِدُ mengikuti wazan يَفَعِلُ . wau dibuang karena ada diantara fathah dan kasrah
nyata dan sebelumnya ada huruf mudhara’ah, maka menjadi يَعِدُ
يَضَعُ
يَضَعُ
asalnya يَوْضِعُ mengikuti wazan يَفَعِلُ . wau dibuang karena ada diantara fathah dan kasrah
nyata dan sebelumnya ada huruf mudhara’ah, maka menjadi يَضِعُ.
Kemudian Dhad-nya difathahkan untuk meringankan huruf ithbaq juga huruf Halaq
yaitu ‘Ain, maka menjadi يَضَعُ
Perhatian:
- Huruf Mudhara’ah : أ – ن – ي – ت
- Huruf Halaq : أ – ح – خ – ع – غ – هـ
- Huruf Ithbaq : ص – ض – ط – ظ
Kaidah 8
إذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ بَعْدَ كَسْرَة فِيْ اسْمٍ أوْ فِعْلٍ أُبْدِلَتْ يَاءً نَحْوُ يُزَكِّيْ أَصْلُهُ يُزَكِّوُ وَ غَازٍ أَصْلُهُ غَازِوٌ
Bilmana ada Wau jatuh setelah harkah Kasrah dalam Kalimah
Isim atau Kalimah Fi’il, maka Wau tersebut harus diganti Ya’. Contoh: يُزَكِّيْ asalnya يُزَكِّو
ُ dan غَازٍ asalnya غَازِوٌ
Praktek I’lal:يُزَكِّيْ
يُزَكِّيْ asalnya
يُزَكِّوُ ikut
wazan يُفَعِّلُ , wau diganti Ya’ karena
jatuh sesudah harkah kasrah, maka menjadi يُزَكِّيْ
غَازِ
Kaidah 9
إذَا لَقِيَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ السَّاكِنَتَانِ بحَرْفٍ سَاكِنٍ آخَرَ حُذِفَتَا بَعْدَ اَنْ نُقِلَتْ حَرْكَتُهُمَا اِلَى مَا قَبْلَهُمَا نَحْوُ صُنْ أَصْلُهُ أُصْوُنْ وَ سِرْ أَصْلُهُ اِسْيِرْ.
Bilamana ada Wau atau Ya’ sukun, bertemu dengan husuf sukun lainnya, maka Wau tau Ya’ tersebut dibuang, ini setelah memindahkan harakah keduanya (Wau atau Ya’) kepada huruf sebelumnya (lihat kaidah I’lal ke 2). Contoh: صُنْ asalnya أُصْوُنْ dan سِرْ asalnya اِسْيِرْPraktek I’lal:
صُنْ
صُنْ asalnya
أُصْوُنْ mengikuti
wazan اُفْعُلْ, harkah Wau dipindah ke
huruf sebelumnya, karena Wau berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih
mati/sukun (lihat Kaidah
I’lal ke 2) untuk menolak beratnya mengucapkan, maka menjadi اُصُوْنْ, maka Wau dibuang
untuk menolak bertemunya dua mati/sukun, maka menjadi اُصُنْ, kemudian Hamzah
Washal-nya dibuang karena tidak dibutuhkan lagi, maka menjadi صُنْ
سِرْ
سِرْ asalnya اِسْيِرْ mengikuti
wazan اِفْعِلْ, harkah Ya’ dipindah ke huruf sebelumnya,
karena Ya’ berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih mati/sukun (lihat Kaidah
I’lal ke 2) untuk menolak beratnya mengucapkan, maka menjadi اِسِيْرْ, maka Ya’ dibuang untuk menolak bertemunya dua
mati/sukun, maka menjadi اِسِرْ, kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena
tidak dibutuhkan lagi, maka menjadi سِرْ
ِkaidah 10
اِذَا اجْتَمَعَ فِيْ كَلِمَةٍ حَرْفَانِ مِنْ جِنْسٍ وَاحِدٍ أَوْ مُتَقَارِبَانِ فِي الْمَخْرَجِ يُدْغِم اْلأَوَّلُ فِي الثَّانِيْ بَعْدَ جَعْلِ الْمُتَقَارِبَيْن مِثْلَ الثَّانِيْ لِثَقْلِ الْمُكَرَّرِ نَحْوُ مَدَّ أصْلُهُ مَدَدَ وَ مُدِّ أَصْلُهُ اُمْدُدْ وَ اتَّصَلَ أَصْلُهُ اِوْتَصَلَ
Bilamana ada dua huruf sejenis atau hampir sama
makhrajnya berkumpul dalam satu kalimah, maka huruf yang pertama harus
di-idghamkan pada huruf yang kedua,–ini setelah menjadikan huruf yang hampir
sama makhrajnya serupa dengan huruf yg kedua (lihat kaidah i’lal ke 18
insyaallah)–, karena beratnya pengulangan/memilah-milahnya. contoh مَدَّ asalnya مَدَدَ dan مُدِّ asalnya
اُمْدُدْ, dan اتَّصَلَ asalnya
اِوْتَصَلَ.
Praktek I’lal:مَدَّ
مَدَّ asalnya مَدَدَ ikut pada wazan فَعَلَ, huruf dal yang
pertama disukunkan untuk melaksanakan syarat Idgham, maka menjadi مَدْدَ, kemudian huruf Dal yang pertama di-idgamkan
pada huruf Dal yang kedua, maka menjadi مَدَّ
مُدِّ/مُدَّ/مُدُّ
مُدِّ/مُدَّ/مُدُّ asalnya اُمْدُدْ mengikuti wazan اُفْعُلْ, harkah Dal yang pertama
dipindah pada huruf sebelumnya untuk melaksanakan syarat Idgham, maka menjadi اُمُدْدْ, bertemu dua huruf mati/sukun yaitu kedua Dal,
maka Dal yang kedua diberi harkah untuk menolak bertemunya dua mati/sukun, baik
diberi harkah kasrah karena kaidah; “apabilah ada huruf mati mau diberi harkah,
berilah harkah kasrah”. atau diberi harkah fathah karena ia paling ringannya
harkah. atau diberi harkah dhammah, karena mengikuti harkah ‘Ain fi’il pada
fi’il mudhari’nya, maka menjadi اُمُدْدِ/اُمُدْدَ/اُمُدْدُ, kemudian Dal yang
pertama di-idgham-kan pada Dal yg kedua maka menjadi اُمُدِّ/اُمُدَّ/اُمُدُّ,
kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena sudah tidak dibutuhkan lagi, maka
menjadi مُدِّ/مُدَّ/مُدُّ.
اتَّصَلَ
Praktek
I’lal untuk lafazh اتَّصَلَ ada pada Kaidah I’lal ke 18, InsyaAllah. tunggu update.
Kaidah 11
الْهَمْزَتَانِ اِذَا الْتَقَتَا فِيْ كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ ثَانِيَتُهُمَا سَاكِنَةٌ وَجَبَ اِبْدَالُ الثّانِيَةِ بِحَرْفٍ نَاسَبَ اِلَى حَرْكَةِ اْلأُوْلَىْ نَحْوُ آمَنَ اَصْلُهُ أَأْمَنَ وَ أُوْمُلْ اَصْلُهُ أُؤْمُلْ وَ اِيْدِمْ اَصْلُهُ إِئْدِمْ.
Bilamana terdapat dua huruf Hamzah berkumpul sejajar
dalam satu kalimah, yang nomor dua sukun, maka huruf hamzah ini harus diganti
dengan huruf yang sesuai dengan harakah Hamzah yang pertama. Contoh آمن
asalnya أأمن
dan أومل asalnya أؤمل.
Praktek I’lal:
آمَنَ
َآمَن asalnya أَأْمَنَ mengikuti
wazan أَفْعَلَ; berkumpul
dua Hamzah dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb
diganti alif, karena ia sukun dan sebelumnya ber-harkah fathah. maka menjadi آمَنَ
أُوْمُلْ
ْأُوْمُل asalnya
أُؤْمُل mengikuti
wazan أُفْعُلْ; berkumpul dua Hamzah dalam satu kalimah dan
yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb diganti wau, karena ia sukun dan
sebelumnya ber-harkah dhammah. maka menjadi
أُوْمُل
اِيْدِمْ
ْاِيْدِم asalnya
إئْدِم mengikuti
wazan اِفْعِلْ berkumpul
dua Hamzah dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb
diganti Ya’, karena ia sukun dan sebelumnya ber-harkah kasrah. maka menjadi اِيْدِم.
خُذْ
خُذْ asalnya
أُأْخُذ mengikuti
wazan أُفْعُلْ; berkumpul dua Hamzah dalam satu kalimah dan
yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb diganti wau, karena ia sukun dan
sebelumnya ber-harkah dhammah. maka menjadi أُوْخُذ kemudian wau-nya dibuang
untuk meringankan ucapan, maka menjadai أُخُذ selanjutnya hamzah-nya dibuang karena sudah tidak dibutuhkan lagi, maka
menjadi خُذْ
Perhatian :
Wau
pada lafazh أُوْخُذ dibuang untuk
meringankan ucapan, sedangkan pada lafazh أُوْمُل cukup tanpa membuang wau, karena menjaga dari keserupaan dengan fi’il
amar-nya lafazh مَالَ – يَمُوْلُ – مُلْ
.
Kaidah 12
إِنَّ الْوَاوَ وَالْيَاءَ السَّاكِنَتَيْنِ لاَ تُبْدَلاَنِ آلِفًا إِلاَّ إِذَا كَانَ سُكُوْنُهُمَا غَيْرَ أَصْلِيٍّ بِأَنْ نُقِلَتْ حَرْكَتُهُمُا اِلَى مَا قَبْلَهُمَا نَحْوُ أَجَابَ أَصْلُهُ أَجْوَبَ وَ أَبَانَ أَصْلُهُ أَبْيَنَ.
Wau atau ya’ yang sukun, keduanya tidak boleh diganti
Alif, kecuali jika sukunnya tidak asli –dengan sebab pergantian harkat keduanya
pada huruf sebelumnya– (lihat
kaidah ilal ke 2). Contoh: أَجَابَ asalnya أَجْوَبَ
dan أَبَانَ asalnya أَبْيَنَ.
Praktek I’lal:أَجَابَ
أَجَابَ asalnya أَجْوَبَ mengikuti wazan أَفْعَلَ harkah
wau dipindah pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelumnya ada huruf
shahih sukun, karena beratnya mengucapkan, maka menjadi أَجَوْبَ (lihat
kaidah I’lal ke 2). Kemudian wau diganti alif, karena asalnya wau berharkah
dan sekarang ia jatuh sesudah harkah fathah (lihat
kaidah I’lal ke 1). Maka menjadi أَجَابَ.
أَبَانَ
أَبَانَ asalnya أَبْيَنَ mengikuti wazan أَفْعَلَ harkah Ya’ dipindah pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan
sebelumnya ada huruf shahih sukun, karena beratnya mengucapkan, maka menjadi أَبَيَْنَ (lihat
kaidah I’lal ke 2). Kemudian Ya’ diganti Alif, karena asalnya Ya’ berharkah
dan sekarang ia jatuh sesudah harkah fathah (lihat
kaidah I’lal ke 1). Maka menjadi أَبَانَ.
Kaidah 13
إِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ طَرْفًا بَعْدَ ضَمٍّ فِيْ اسْمٍ مُتَمَكِّنٍ فِي اْلأَصْلِ أُبْدِلَتْ يَاءً فَقُلِبَتِ الضَّمَّةُ كَسْرَةً بَعْدَ تَبْدِيْلِ الْوَاوِ يَاءً نَحْوُ تَعَاطِيًا أَصْلُهُ تَعَاطُوًا وَ تَعَدِّيًا أَصْلُهُ تَعَدُّوًا.
Bilamana ada wau berada di akhir kalimah jatuh sesudah
harkah dhammah didalam asal kalimah Isim yang Mutamakkin (bisa menerima
tanwin), maka wau tsb diganti ya’, kemudian setelah itu harkah dhammah diganti
kasrah. Contoh: تَعَاطِيًا asalnya تَعَاطُوًا dan تَعَدِّيًا asalnya تَعَدُّوًا.
Praktek I’lal:تَعَاطِيًا
تَعَاطِيًا asalnya تَعَاطُوًا mengikuti wazan تَفَاعُلاً wau diganti ya’ karena berada di akhir kalimah Isim Mutamakkin dan
sebelumnya ada harkah dhammah, maka menjadi تَعَاطُيًًا kemudian huruf Tha’nya dikasrahkan untuk
memantaskan Ya’. Maka menjadi تَعَاطِيًا.
تَعَدِّيًا
تَعَدِّيًا asalnya تَعَدُّوًا mengikuti wazan تَفَاعُلاً wau diganti ya’ karena berada di akhir kalimah Isim
Mutamakkin dan sebelumnya ada harkah dhammah, maka menjadi تَعَدُّيًًا
kemudian huruf Dal’nya dikasrahkan untuk
memantaskan Ya’. Maka menjadi تَعَدِّيًا.
Kaidah 14
إِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ طَرْفًا بَعْدَ ضَمٍّ فِيْ اسْمٍ مُتَمَكِّنٍ فِي اْلأَصْلِ أُبْدِلَتْ يَاءً فَقُلِبَتِ الضَّمَّةُ كَسْرَةً بَعْدَ تَبْدِيْلِ الْوَاوِ يَاءً نَحْوُ تَعَاطِيًا أَصْلُهُ تَعَاطُوًا وَ تَعَدِّيًا أَصْلُهُ تَعَدُّوًا.
Bilamana ada wau berada di akhir kalimah jatuh sesudah
harkah dhammah didalam asal kalimah Isim yang Mutamakkin (bisa menerima
tanwin), maka wau tsb diganti ya’, kemudian setelah itu harkah dhammah diganti
kasrah. Contoh:
تَعَاطِيًا asalnya تَعَاطُوًا dan تَعَدِّيًا asalnya تَعَدُّوًا.
Praktek I’lal:تَعَاطِيًا
تَعَاطِيًا asalnya تَعَاطُوًا mengikuti wazan تَفَاعُلاً wau diganti ya’ karena berada di akhir kalimah Isim Mutamakkin dan
sebelumnya ada harkah dhammah, maka menjadi
تَعَاطُيًًا kemudian
huruf Tha’nya dikasrahkan untuk memantaskan Ya’. Maka menjadi تَعَاطِيًا.
تَعَدِّيًا
تَعَدِّيًا asalnya تَعَدُّوًا mengikuti wazan تَفَاعُلاً wau diganti ya’ karena berada di akhir kalimah Isim Mutamakkin dan
sebelumnya ada harkah dhammah, maka menjadi
تَعَدُّيًًا kemudian huruf
Dal’nya dikasrahkan untuk memantaskan Ya’. Maka menjadi تَعَدِّيًا.
Kaidah 15
إِذَا كَانَتِ الْيَاءُ سَاكِنَةً وَكَانَ مَا قَبْلَهَا مَضْمُوْمًا أُبْدِلَتْ وَاوًا نَحْوُ يُوْسِرُ أَصْلُهُ يُيْسِرُ وَ مُوْسِرٌ أَصْلُهُ مُيْسِرٌ
Bilamana terdapat Ya’ sukun dan sebelumnya ada huruf yang
didhammahkan maka ya’ tersebut harus diganti wau. contoh: يُوْسِرُ asalnya يُيْسِرُ dan مُوْسِرٌ asalnya مُيْسِرٌ
Praktek I’lal:يُوْسِرُ
يُوْسِرُ asalnya يُيْسِرُ mengikuti
wazan يُفْعِلُ ya’
yang nomor dua diganti wau karena ia sukun dan sebelumnya ada huruf yang
didhammahkan, maka menjadi يُوْسِرُ.
مُوْسِرٌ
مُوْسِرٌ asalnya مُيْسِرٌ mengikuti wazan مُفْعِلٌ ya’ diganti
wau karena ia sukun dan sebelumnya ada huruf yang didhammahkan, maka menjadi مُوْسِرٌ.
Kaidah 16
إِنَّ اسْمَ الْمَفْعُوْلِ إذَا كَانََََ مِنْ مُعْتَلِّ الْعَيْنِ وَجَبَ حَذْفُ وَاوٍ الْمَفْعُوْلِ مِنْهُ عِنْدَ سِيْبَوَيْهِ نَحْوُ مَصُوْنٌ أَصْلُهُ مَصْوُوْنٌ وَ مَسِيْرٌ أَصْلُهُ مَسْيُوْرٌ
Sesungguhnya Isim Maf’ul bilamana ia terbuat dari Fi’il
Mu’tal ‘Ain (Bina’ Ajwaf) maka wajib membuang wau maf’ulnya menurut Imam
Syibawaihi (menurut Imam lain yg dibuang adalah Ain Fi’ilnya). contoh: مَصُوْنٌ asalnya مَصْوُوْنٌ dan مَسِيْرٌ asalnya مَسْيُوْرٌ
Praktek I’lal:مَصُوْنٌ
مَصُوْنٌ asalnya مَصْوُوْنٌ mengikuti
wazan مَفْعُوْلٌ harkah
wau dipindah pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelum ada huruf
shahih mati untuk menolak berat maka menjadi
مَصُوْوْنٌ (lihat i’lal ke 2),
kemudian bertemu dua huruf mati (dua wau) untuk menolak beratnya mengucapkan
maka wau maf’ulnya dibuang (menurut Imam Sibawaehi) maka menjadi مَصُوْنٌ .
مَسِيْرٌ
مَسِيْرٌ asalnya مَسْيُوْرٌ mengikuti
wazan مَفْعُوْلٌ harkah
Ya’ dipindah pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelum ada huruf shahih
mati untuk menolak berat maka menjadi مَسُيْوْرٌ (lihat i’lal ke 2),
kemudian bertemu dua huruf mati (ya’ dan wau) untuk menolak beratnya
mengucapkan maka wau maf’ulnya dibuang (menurut Imam Sibawaehi)maka menjadi مَسِيْرٌ .
Kaidah 17
إِذَا كَانَ الْفَاءُ اِفْتَعَلَ صَادًا أَوْ ضَادًا أَوْ طَاءً أَوْ ظَاءً قُلِبَتْ تَاؤُهُ طَاءً لِتَعَسُّرِ النَّطْقِ بِهَا بَعْدَ هَذِهِ الْحُرُوْفِ وَإِنَّمَا تُقْلَبُ التَّاءُ بِالطَّاءِ لِقُرْبِهِمَا مَخْرَجًا نَحْوُ اِصْطَلَحَ أَصْلُهُ اِصْتَلَحَ وَ اِضْطَرَبَ أَصْلُهُ اِضْتَرَبَ.
Bilamana Fa’ Fi’il kalimah wazan اِفْتَعَلَ berupa huruf Shad, atau Dhad, atau Tha’, atau
Zha’ (huruf Ithbaq), maka huruf Ta’ yg jatuh sesudah huruf Ithbaq tersebut
harus diganti Tha’, demi mudahnya mengucapkannya. Digantinya Ta’ dengan Tha’
karena dekatnya makhraj keduanya. contoh:
اِصْطَلَحَ asalnya اِصْتَلَحَ dan اِضْطَرَبَ asalnya اِضْتَرَبَ
Praktek I’lal:اِصْطَلَحَ
اِصْطَلَحَ asalnya اِصْتَلَحَ mengikuti wazan
اِفْتَعَلَ
Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang
huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِصْطَلَحَ.
اِضْطَرَبَ
اِضْطَرَبَ asalnya اِضْتَرَبَ mengikuti wazan
اِفْتَعَلَ
Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang
huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِضْطَرَبَ.
اِطَّرَدَ
اِطَّرَدَ asalnya اِطْتَرَدَ mengikuti
wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Tha’
karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan
karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِطْطَرَدَ kemudian
Tha’ pertama di-idghamkan karena dua huruf sejenis, maka menjadi اِطَّرَدَ.
اِظَّهَرَ
اِظَّهَرَ asalnya
اِظتَهَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya
mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya
makhraj keduanya, maka menjadi اِظطَهَرَ kemudian
Tha’ diganti Zha’ karena sama-sama huruf isti’la’, maka menjadi اِظْظَهَرَ kemudian Zha’ pertama di-idghamkan karena dua
huruf sejenis, maka menjadi اِظَّهَرَ.
Kaidah 18
إِذَا كَانَ فَاءُ اِفْتَعَلَ دَالاً أوْ ذَالاً أوْ زَايًا قُلِبَتْ تَاؤُهُ دَالاً لِعُسْرِالنُّطْقِ بِهَا بَعْدَ هَذِهِ الْحُرُوْفِ وَإنَّمَا تُقْلَبُ التَّاءُ بِالدَّالِ لِقُرْبِهِمَا مَخْرَجًا نَحْوُ اِدَّرَأَ أَصْلُهُ اِدْتَرَأَ وَ اِذَّكَرَ أَصْلُهُ اِذْتَكَرَ وَ اِزْدَجَرَ أَصْلُهُ اِزْتَجَرَ.
Bilamana Fa’ Fi’il wazan berupa huruf Dal, atau Dzal,
atau Zay, maka huruf Ta’ (Ta’ zaidah wazan
اِفْتَعَلَ ) yang jatuh sesudah huruf-huruf tersebut harus diganti Dal,
demi mudahnya mengucapkannya. Digantinya Ta’ dengan Dal’ karena dekatnya
makhraj keduanya. contoh: اِدَّرَأَ asalnya اِدْتَرَأَ dan اِذَّكَرَ asalnya اِذْتَكَرَ dan اِزْدَجَر َ asalnya اِزْتَجَرَ.
Praktek I’lal:اِدَّرَأَ
اِدَّرَأَ asalnya اِدْتَرَأَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’
diganti Dal karena demi mudahnya pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf
Dal dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِدْدَرَأَ. kemudian dal yang
pertama di-idghamkan pada dal yang kedua karena satu jenis, maka menjadi اِدَّرَأَ.
اِذَّكَرَ
اِذَّكَرَ asalnya اِذْتَكَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Dal
karena demi mudahnya pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf Dal dan
karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi
اِذْدَكَرَ. kemudian Huruf Dal
diganti Dzal kerena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِذْذَكَرَ kemudian dzal yang pertama di-idghamkan pada
dzal yang kedua karena satu jenis, maka menjadi اِذَّكَرَ. (juga boleh dibaca
Dal dengan di-i’lal sbb: kemudian Huruf Dzal diganti Dal kerena dekatnya
makhraj keduanya, maka menjadi اِدْدَكَرَ kemudian dal yang pertama di-idghamkan pada
dal yang kedua karena satu jenis, maka menjadi
اِدَّكَرَ.)
اِزْدَجَرَ
اِزْدَجَرَ asalnya اِزْتَجَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Dal
karena demi mudahnya pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf Zay dan
karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِزْدَجَرَ.
Kaidah 19
إِذَا كَانَ فَاءُ اِفْتَعَلَ وَاوًا أوْ يَاءً أوْ ثَاءً قُلِبَتْ فَاؤُهُ تَاءً لِعُسْرِالنُّطْقِ بِحَرْفِ اللَّيْنِ السَّاكِنِِ لِمَا بَيْنَهُمَا مِنْ مُقَارَبَةِ الْمَخْرَجِ وَمُنَافَاةِ الْوَصْفِ ِلأَنَّ حَرْفَ اللَّيْنِ مَجْهُوْرَةٌ وَالتَّاءُ مَهْمُوْسَةٌ نَحْوُ اِتَّصَلَ أَصْلُهُ اِوْتَصَلَ وَ اِتَّسَرَ أَصْلُهُ اِوْتَسَرَ وَ اِتَّغَرَ أَصْلُهُ اِثْتَغَرَ. (مُهِمَةٌ) وَإنْ كَانَتْ ثَاءً يَجُوْزُ قُلْبُ تَاءِ اِفْتَعَلَ ثَاءً ِلاتِّحَادِهِمَا فِي الْمَهْمُوْسِيَّةِ نَحْوُ اِثَّغَرَ أَصْلُهُ اِثْتَغَرَ.
Bilamana Fa’ Fi’il wazan
اِفْتَعَلَ berupa huruf wau, atau Ya’, atau Tsa’, maka
huruf Fa’ Fi’ilnya tersebut harus diganti Ta’ karena sukarnya mengucapkah huruf
“Layn” (لَيْن) sukun
dengan huruf yang diantara keduanya termasuk berdekatan Makhrajnya dan
bertentangan sifatnya, karena huruf “layin” (و – ي) bersifat Jahr sedangkan huruf Ta’ bersifat Hams. Contoh: اِتَّصَلَ
asalnya اِوْتَصَلَ dan اِتَّسَرَ asalnya اِوْتَسَرَ dan اِتَّغَرَ asalnya اِثْتَغَرَ. (penting) dan apabila Fa’ Fi’il-nya tsb
berupa huruf Tsa’, boleh mengganti Ta’nya wazan اِفْتَعَلَ dengan Tsa’, karena keduanya sama-sama bersifat Hams. contoh: اِثَّغَرَ asalnya
اِثْتَغَرَ.
اِتَّصَلَ
اِتَّصَلَ asalnya اِوْتَصَلَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Wau
diganti Ta’ untuk mudahnya mengucaplan huruf Layn sukun dengan huruf yang
berdekatan Makhrajnya dan bertentangan sifatnya, karena huruf Layn bersifat
Jahr dan huruf Ta’ bersifat Hams, maka menjadi اِتْتَصَلَ kemudian
Ta’ pertama di-idghamkan pada Ta’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka
menjadi اِتَّصَلَ.
اِتَّسَرَ
اِتَّسَرَ asalnya اِوْتَسَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Wau
diganti Ta’ untuk mudahnya mengucaplan huruf Layn sukun dengan huruf yang
berdekatan Makhrajnya dan bertentangan sifatnya, karena huruf Layn bersifat
Jahr dan huruf Ta’ bersifat Hams, maka menjadi اِتْتَسَر َ kemudian Ta’ pertama
di-idghamkan pada Ta’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi اِتَّسَرَ.
اِتَّغَرَ
اِتَّغَرَ asalnya اِثْتَغَر َ mengikuti
wazan اِفْتَعَلَ huruf Tsa’ diganti Ta’ karena sama-sama
bersifat Hams, maka menjadi اِتْتَغَرَ kemudian Ta’ pertama di-idghamkan pada Ta’ kedua
karena dua huruf yang sejenis maka menjadi اِتَّغَرَ
Dan boleh juga dibaca Tsa’ اِثَّّّّّغَرَ dengan Praktek I’lal sbb:
اِثَّّّّّغَرَ asalnya اِثْتَغَرَ mengikuti
wazan اِفْتَعَلَ huruf Ta’ diganti Tsa’ karena sama-sama bersifat Hams, maka menjadi اِثْثَغَرَ kemudian Tsa’
pertama di-idghamkan pada Tsa’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi
اِتَّغَرَ
Penting untuk diketahui:
اِتَّخَذَ
اِتَّخَذَ asalnya اِئْتَخَذَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ huruf Hamzah yang kedua diganti Ya’ karena ia sukun dan sebelumnya ada
huruf berharkah kasrah, maka menjadi اِيْتَخَذَ kemudian huruf
Ya’ diganti Ta’ (tanpa mengikuti kias*) maka
menjadi اِتَّخَذَ.
* Pergantian Ya’
dengan Ta’ tidak mengikuti Qias yakni termasuk dari perihal Syadz. إذَا كَانَ فَاءُ تَفَعَّلَ وَتَفَاعَلَ تَاءً أَوْ ثَاءً أوْ دَالاً أوْ ذَالاَ أَوْ زَايًا أوْ سِيْنًا أَوْ شِيْنًا أَوْ صَادًا أَوْ ضَادًا أَوْ طَاءً أَوْ ظَاءً يَجُوْزُ قَلْبُ تَائِهِمَا بِمَا يُقَارِبُهُ فِِي الْمَخْرَجِ ثُمَّ أُدْغِمَتِ اْلاُوْلَى فِي الثَّانِيَّةِ بَعْدَ جَعْلِ أَوَّلِ الْمُتَقَارِبَيْنِ مِثْلَ الثَّانِيْ لِلْمُجَانَسَةِ مَعَ اجْتِلاَبِ هَمْزَةِ الْوَصْلِ لِيُمْكِنَ اْلاِبْتِدَاءُ بِالسَّاكِنِ نَحْوُ اِتَّرَسِ أّصْلُهُ تَتَرَّسَ وَاِثَّاقَلَ أّصْلُهُ تَثَاقَلَ وَاِدَّثَّرَ أّصْلُهُ تَدَثَّرَ واِذَّكَّرَ أّصْلُهُ تَذَكَّرَ وَاِزَّجَّرَ أّصْلُهُ تَزَجَّرَ وَاِسَّمَّعَ أّصْلُهُ تَسَمَّعَ وَاِشَّقَّقَ أصله تَشَقَّقَ وَ اِصَّدَّقَ أّصْلُهُ تَصَدَّقَ وَاِضَّرَّعَ أّصْلُهُ تَضَرَّعَ وَاِظَّهَّرَ أّصْلُهُ تَظَهَّرَ وَاِطَّاهَرَ أّصْلُهُ تَطَاهَرَ.
Bilamana Fa’ Fi’il wazan
تَفَعَّلَ dan تَفَاعَلَ berupa huruf ت، ث، د، ذ، ز، س, ش, ص، ض, ط, ظ، maka boleh Ta’ dari kedua wazan
tersebut diganti dengan huruf yang mendekati dalam Makhrajnya, kemudian huruf
yang pertama di-idghamkan pada huruf yang kedua, demikian ini setelah huruf
yang pertama dari kedua huruf yang berdekatan makhrajnya tersebut, dijadikan
serupa dengan huruf yang kedua. berikut memasang Hamzah Washal agar
memungkinkan permulaan dengan huruf mati. contoh: اِتَّرَسِ asalnya تَتَرَّسَ dan اِثَّاقَل َ asalnya تَثَاقَلَ dan اِدَّثَّرَ asalnya تَدَثَّرَ dan ذَّكَّرَ asalnya تَذَكَّرَ dan اِزَّجَّرَ asalnya تَزَجَّرَ dan اِسَّمَّعَ asalnya تَسَمَّعَ dan اِشَّقَّقَ asalnya تَشَقَّقَ dan اِصَّدَّقَ asalnya تَصَدَّقَ dan
اِضَّرَّعَ asalnya تَضَرَّعَ dan اِظَّهَّرَ asalnya تَظَهَّرَ dan
اِطَّاهَرَ asalnya تَطَاهَرَ .
Praktek I’lal :اِتَّرَسَ
اِتَّرَسَ asalnya
تَتَرَّسَ mengikuti wazan تَفَعَّلَ huruf Ta’ yang pertama disukunkan sebagai sebab syarat idgham maka menjadi تْتَرَّسَ maka Ta’ yang
pertama di-idghamkan pada Ta’ yang kedua karena dua huruf sejenis, berikut
mendatangkan Hamzah di permulaannya agar memungkinkan permulaan dengan huruf
mati. Maka menjadi اِتَّرَسَ
اِثَّاقَلَ
اِثَّاقَلَ asalnya تَثَاقَلَ mengikuti wazan
تَفَاعَلَ huruf Ta’ diganti
Tsa’ karena berdekatan Makhrojnyamaka menjadi ثَثَاقَلَ kemudian huruf Tsa’ yang pertama disukunkan
sebagai sebab syarat idgham maka menjadi ثَثَاقَلَ maka Tsa’ yang
pertama di-idghamkan pada Tsa’ yang kedua karena dua huruf sejenis, berikut
mendatangkan Hamzah di permulaannya agar memungkinkan permulaan dengan huruf
mati. Maka menjadi اِثَّاقَلَ
Perhatian :
I’lal
dalam Kaidah ke 19 ini cuma bersifat Jaiz atau boleh, bukan suatu ketentuan
musti. Sebagai pengalaman bagi kita, karena ini jarang ditemukan. dan yang
banyak digunakan adalah berupa bentuk asalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar