Begitu banyak jenis tulisan kalau kita mau
menggolong-golongkannya. Ada fiksi dan nonfiksi. Ada berita hardnews dan
analisa. Ada pula biografi, esai, artikel, skrip radio dan teve, editorial,
weblog, surat cinta dan segudang lainnya. Jangan lupa, ada yang berkaitan
dengan bisnis, seperti surat penawaran, minutes meeting, dan ribuan
jenis business letter.
Lupakan dulu kategorisasi yang memusingkan kepala. Karena
sebagian besar jenis tulisan bisa dikatakan baik dan benar bila memenuhi rumus
baku yang sama. Yakni 5W + 1H. Itulah rumus sakti yang menjadi pegangan saya
ketika menjadi jurnalis di Bisnis Indonesia, majalah PROSPEK dan terakhir di
majalah SWA (ya, profesi awal saya adalah jurnalis, kurang lebih lima tahun
saya menjalaninya dengan penuh suka cita).
Rumus macam apa itu? Sederhana sekali:
W1 = What
W2 = Who
W3 = When
W4 = Where
W5 = Why
H = How
W2 = Who
W3 = When
W4 = Where
W5 = Why
H = How
WHAT adalah apa yang akan kita tulis. Tema apa yang ingin
kita ungkapkan. Hal apa yang ingin kita tuangkan dalam tulisan. What ini bisa
apa saja. Bisa soal “Lumpur Lapindo yang tidak selesai-selesai”, “Situs porno
diharamkan dan akan diblokir Pemerintah”, “Bagaimana bisa menjadi kaya, sukses
sekaligus mulia?” atau topik yang sedang hot di dunia gosip: “Apakah anak
kandung Mayangsari juga anak kandung Bambang Tri?”.
What yang kita tentukan ini akan menjadi dasar untuk 4W
lainnya. Mari kita ambil topik mengenai Mayangsari saja. Mumpung masih hangat.
WHO adalah siapa tokoh yang menjadi tokoh utama di WHAT.
Dalam studi kasus ini, who-nya minimal bisa tiga tokoh: Mayangsari, Bambang
Trihatmodjo, dan sang anak yang baru berusia dua tahun: Khirani Siti Hartina
Trihatmodjo. Yang pertama dan kedua sudah amat terkenal. Sosok mereka sudah
tertulis di mana-mana.
Meski Who is Mayangsari sudah banyak yang tahu, masih
banyak sisi lain yang menarik untuk dieksplorasi. Bahkan kebungkamannya
mengenai tes DNA anaknya, menjadikan sosoknya makin layak tulis, sampai-sampai
bagaimana ia merayakan ulang tahun anaknya secara diam-diam dan bagaimana ia
menjenguk ibunya di rumah sakit dijadikan bahan pemberitaan. Suasananya hati
Mayangsari digali dengan baik sehingga makin menegaskan sosoknya dalam menghadapi
isu anak kandungnya.
Buat kita, yang tidak perlu jadi wartawan untuk bisa menulis
sebaik mereka, Who harus menjadi bagian yang berkaitan dengan What.
Kalau kita ketemu Who yang tidak dikenal target pembaca kita, maka kita
harus mengupasnya dengan baik sehingga jelas keterkaitannya dengan What.
WHEN adalah waktu kejadian WHAT. Ini yang sering diabaikan
oleh banyak penulis pemula. Kapan kejadiannya akan memberi tambahan informasi
dan imajinasi pembacanya.
WHERE adalah tempat kejadian WHAT. Meski kelihatannya
sepele, tempat kejadian ini punya makna. Ketika Jose Mourinho berkunjung ke
Milan tiga hari lalu misalnya, segera merebak isu ia mau pindah ke Inter Milan.
Coba kalau ia perginya ke Bali, kemungkinan besar tak akan ada isu itu.
WHY adalah mengapa terjadi WHAT. Ini yang paling menarik
karena bisa dikupas dari berbagai sudut. “Permintaan tes DNA keluarga mantan
presiden Soeharto terhadap anak Mayangsari” bisa dikupas dari sisi hukum,
keluarga maupun pribadi. Bahkan kalau mau diseret jauh hingga ke dunia mistis,
misalnya minta diteropong oleh ahli nujum.
HOW adalah bagaimana WHAT terjadi, bagaimana prosesnya,
lika-likunya, dan sejenisnya.
Yang jelas, dengan 5W+1H, tulisan kita dari segi kelengkapan
informasi – sekali lagi: kelengkapan informasi — tidak akan mengecewakan
pembaca kita. Kalau ada yang kecewa itu biasanya karena disebabkan oleh
kekurangtepatan kita mengungkap WHY dan HOW-nya di mata pembaca.
Jangan salah faham: rumus ini bukan hanya untuk nulis
artikel, esai atau tulisan serius lain. Bahkan surat lamaran kerja, undangan
meeting, surat cinta bahkan diskusi pendek-pendek di berbagai milis, rumus ini
amat penting untuk menghindari kesalahpahaman dan kekuranglengkapan informasi.
Cukupkah berbekal rumus baku di atas? Tidak. Bagi mereka
yang ingin menulis dan mendapat respon pembacanya, ada satu hal lagi yang tidak
kalah pentingnya dari rumus 5W+1H. Yakni “Daya Tarik Tulisan”. Nanti akan
dibahas dalam tulisan berikutnya.
Kreativitas merupakan salah satu elemen penting dalam kerja
di bidang jurnalistik. Tidak hanya terkait bagaimana mengembangkan dan
melanjutkan agenda pemberitaan tetapi juga untuk memperkaya laporan dari
lapangan. Dengan kebiasaan menciptakan sesuatu yang kreatif maka laporan akan
menjadi lebih menyeluruh, mendalam dan menarik.
Banyak sekali jalan untuk memupuk kreativitas. Sebuah
artikel di Suara Merdeka Online bisa memperkaya langkah-langkah menjadikan diri
kreatif termasuk dalam peliputan media massa.
Saya kutipkan sebagian besar dari tulisan mengenai bagaimana
menciptakan kreatifitas itu:
Capturing.
Jangan biarkan ide lewat begitu saja di depan Anda.
Mengandalkan memori saja untuk mencatat nukilan-nukilan ide yang mampir di
kepala Anda, rasanya tak mungkin. Catatlah ide-ide yang muncul mendadak itu di
dalam ponsel, notes, atau pada media apapun yang bisa ditulis. Siapkan juga
alat pencatat atau perekam di samping Anda, karena seringkali ide-ide brilian
muncul sesaat sebelum atau sesudah Anda terlelap. Agar terbantu mendapatkan
ide-ide segar, usahakan untuk meluangkan waktu khusus di pagi hari untuk mencari
ide. Namun dimanapun dan kapanpun, ide pasti berada di sekitar Anda.
Surrounding.
Lingkungan di sekitar Anda adalah lahan tempat berkumpulnya
ide-ide kreatif. Anda hanya perlu berinteraksi dengan lingkungan, mendalami
pikiran dan menajamkan isnting Anda. Banyaklah bergaul dengan orang-orang dari
latar belakang, kepribadian serta minat yang jauh berbeda dengan Anda. Jika
perlu, ubah tata letak perabot di rumah Anda, ciptakan suasana yang segar dan
tidak monoton, ini akan membantu pikiran Anda tetap dinamis sehingga ide bisa
muncul kapan saja Anda mau.
Challenging.
Bersikap lebih keras pada diri sendiri terkadang harus Anda
lakukan untuk melecutkan ide dan kreativitas yang menyumpal otak. Cobalah untuk
menyelesaikan permasalahan sulit, maka Anda akan tertantang untuk mengeluarkan
ide-ide brilian yang selama ini tidak terpikirkan oleh Anda.
Ini mungkin gila, tapi patut dicoba. Cobalah berjalan di
kota yang belum pernah Anda kunjungi sebelumnya, biarkan Anda tersesat. Rasa
penasaran untuk menemukan jalan pulang inilah yang memunculkan jawaban. Bagian
tersulit yang Anda hadapi saat memecahkan suatu permasalahan inilah yang akan
merangsang syaraf otak untuk terus menerus bekerja melecutkan ide.
Broadening.
Seseorang yang kreatif pastinya memiliki wawasan yang luas.
Karena itu jangan pernah bosan untuk terus mempelajari hal-hal baru yang
mungkin sama sekali tidak bersentuhan dengan dunia Anda. Membaca banyak buku,
majalah atau menonton film dokumenter dan berselancar untuk menjelajahi
situs-situs pengetahuan populer juga bisa Anda lakukan. Sempatkan juga untuk
mencari ilmu di perpusatakaan, galeri seni, pertunjukan teater, museum,
seminar, pameran buku, acara bedah buku atau acara publik lainnya.
Wawancara atau interview adalah suatu cara mengumpulkan data
dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang informan atau narasumber.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan biasanya disiapkan terlebih dahulu yang
diarahkan pada perolehan informasi yang diinginkan. Pada pelaksanaannya,
pewawancara dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun
sebelumnya. Jika ada informasi yang menarik dan perlu diketahui lebih lanjut,
pewawancara dapat mengajukan pertanyaan baru di luar konsep pertanyaan yang
telah disediakan.
Kelebihan dan Kelemahan Kegiatan Wawancara
* Kelebihan Wawancara:
1. Hasil wawancara secara kualitas dapat dipertanggungj awabkan
2. Mempunyai nilai Yang tinggi
3. Semua kesalahpahaman dapat dihindari
4. Pertanyaan yang telah disiapkan dapat dijawab oleh narasumber dengan penjelasanpenjelasan tambahan
5. Setiap pertanyaan dapat dikembangkan lebih lanjut
6. Informasi yang diperoleh langsung dari sumber pertama
* Kelemahan Wawancara:
1. Data atau informasi yang dikumpulkan sangat terbatas
2. Memakan waktu dan biaya yang besar jika, dilakukan dalam suatu wilayah yang luas
Tahapan dalam Wawancara
Beberapa tahap dalam wawancara, yakni sebagai berikut.
* Tahap Pendahuluan atau Pembukaan
Tahap ini merupakan tahap awal untuk memberi kesan yang menyenangkan dan untuk menciptakan suasana yang nyaman sehingga kegiatan wawancara berjalan dengan baik.
* Tahap Kegiatan Tanya Jawab
Tahap ini merupakan tahap selanjutnya setelah suasana untuk wawancara telah memungkinkan.
* Tahap Penutup
Tahap ini merupakan tahap penyimpulan terhadap masalah yang menjadi pokok perbincangan.
Kita dapat mendengarkan dan memahami informasi yang diberikan oleh narasumber pada tahap tanya jawab. Berdasarkan tanya jawab tersebut, kita pun dapat menyimpulkan hasilnya. Adapun bentuk pertanyaan yang dapat disampaikan, di antaranya:
* Pertanyaan terbuka, yakni pertanyaan yang menghendaki jawaban yang luas dan bebas.
Contoh:
Menurut pendapat Bapak, bagaimana kegiatan kesenian yang diadakan ini!
* Pertanyaan langsung, yakni pertanyaan yang menghendaki jawaban singkat, dan kadang-kadang dapat dijawab dengan "ya" atau "tidak".
Contoh:
Apakah Bapak pernah mengikuti festival kesenian seperti ini?.
* Pertanyaan tertutup, yakni pertanyaan yang membatasi ruang gerak narasumber, bahkan kemungkinan jawabannya telah tersedia.
Contoh:
Setelah Bapak sukses menjadi seniman besar, apakah Bapak bersedia membina generasi muda di sini atau terus saja berkarya tanpa ada keinginan untuk membina?
* Pertanyaan terpimpin, yakni pertanyaan yang sangat membantu dalam mengetahui sampai sejauh mana narasumber setuju dengan pendapat pewawancara.
Contoh:
Saya melihat di daerah ini banyak sekali potensi kesenian. Apa langkah-langkah yang akan Bapak lakukan untuk mengembangkan potensi tersebut?
Pernahkah kamu dan teman-temanmu berwawancara dengan narasumber? Jika pernah, tentu kamu mengetahui apa yang dimaksud dengan wawancara. Wawancara adalah tanya jawab antara pewawancara dan seorang pakar atau ahli untuk mendapatkan informasi tentang suatu hal. Ahli atau pakar yang diwawancarai disebut narasumber. Narasumber dapat ditentukan sesuai dengan bidang yang ingin dikaji secara mendalam.
Bidang tersebut, antara lain kedokteran dengan narasumber seorang dokter, bidang pendidikan dengan narasumber seorang guru, serta bidang kesenian dengan narasumber seniman. Dalam melakukan wawancara dengan narasumber, kamu harus
memperhatikan etika berwawancara. Sebelum menemui narasumber, buatlah daftar pertanyaan terlebih dahulu. Kemudian, buatlah janji dengan narasumber untuk melakukan wawancara. Ketika wawancara akan dimulai, awalilah dengan perkenalan, baru kemudian mengajukan pertanyaan.
Gunakan bahasa yang baik, benar, dan santun. Ucapkan terima kasih setelah wawancara selesai.
Perhatikan contoh wawancara berikut ini!
Herlina :
Selamat pagi Dokter Yoga, perkenalkan nama saya Herlina. Saya dari SMP Taman Laut.
Dokter Yoga :
Selamat pagi! Saya senang sekali berjumpa dengan Adik.
Herlina :
Dok, maksud kedatangan saya ini adalah untuk mewawancarai
Dokter mengenai sejumlah tanaman obat di Indonesia, khususnya
temu lawak. Beberapa waktu yang lalu, saya membaca profil
Anda di jurnal yang menyebutkan bahwa Anda adalah peneliti
Temu lawak di Korea. Dokter Yoga tidak keberatan ‘kan?
Dokter Yoga :
Oh... tentu saja tidak. Saya justru senang karena temu lawak yang
berkasiat itu menjadi dikenal dan diperhatikan manfaatnya oleh orang
banyak. Silakan saja apa yang ingin Adik ketahui tentang temu lawak?
Herlinda :
Mengapa Anda tertarik meneliti temu lawak, Dok?
Dokter Yoga :
Jika Anda berbicara tentang ginseng pasti yang terlintas negara
Korea, padahal, negara penghasil ginseng terbesar di dunia adalah Kanada
dan Cina. Orang Korea sendiri juga mengimpor bahan dasar gingseng
dari Kanada dan Cina. Sebaliknya, tanaman temu lawak hanya terdapat
di Indonesia. Saya berharap temu lawak bisa menjadi ikon tanaman
obat dari Indonesia, sama seperti gingseng yang sudah menjadi ikon Korea.
Herlina :
Apakah temu lawak termasuk tumbuhan yang sulit tumbuh?
Dokter Yoga : Oh, tidak. Temu lawak mudah tumbuh di berbagai daerah di Indonesia,
temu lawak dapat ditemukan di Jawa, Bali, NTB, dan Maluku Selatan.
Temu lawak yang nama latinnya Curcuma zanthorrhiza merupakan
tanaman yang hampir tidak memiliki musuh (hama). Tanaman itu
menghasilkan antijamur, ia tidak akan terkena jamur karena temu
lawak sendiri menghasilkan jamur.
Herlina :
Apa saja manfaat temu lawak, Dok?
Dokter Yoga :
Manfaat temu lawak, antara lain sebagai antiketombe, untuk pasta
gigi, dan dimungkinkan dapat digunakan untuk mengatasi penyakit
kanker.
Sebenarnya nggak terlalu beda jauh, antara menulis berita,
feature, dengan hasil wawancara. Cuma, kayaknya yang membuat beda itu adalah
bagaimana merangkum semua hasil ‘obrolan’ kita dengan narasumber yang kita
wawancarai. Untuk bisa menuliskan hasil wawancara dengan oke dan enak dibaca,
ada beberapa tahapan yang kudu diperhatikan sebelum melakukan wawancara. Sebab,
melakukan wawancara adalah satu bagian dalam proses penggalian bahan tulisan.
Kita harus bisa mengeksplorasi seluruh kemampuan kita untuk menggali ide-ide
yang tertanam dalam benak narasumber kita. Apalagi, jika narasumber yang kita
wawancara termasuk tokoh penting dan udah ngetop di kalangan banyak orang.
Nah, ada beberapa persiapan awal sebelum wawancara yang bisa kamu lakukan. Pertama, menentukan topik. Jelas dong, jangan sampe kamu datang ke narasumber dengan ‘kepala kosong’. Ini bakalan menjadi blunder buat kamu yang nekat datang tanpa menentukan topik wawancara. Bukan hanya narasumber yang bakalan bingung, tapi kamu juga akhirya cuma bengong. Sama halnya dengan kalo kamu naik panggung untuk ngisi presentasi, tapi dengan ‘kepala kosong’. Hasilnya, mudah ditebak, kamu bingung! Tul nggak? Kata William Shakespeare, “Barangsiapa yang naik panggung tanpa persiapan, maka ia akan turun dengan kehinaan,” Walah?
Sobat muda muslim, langkah kedua dalam persiapan melakukan wawancara adalah menyiapkan ‘pertanyaan jitu’, ada sebagian wartawan menyebutnya ‘pertanyaan peluru’ (loaded question). Ini akan menentukan tingkat kemampuan si pewawancara. Bahkan sangat boleh jadi akan menghasilkan isi wawancara yang berbobot. Apalagi tokoh yang kita wawancarai memang terkenal dan berpengaruh. Tapi harap diingat dong, bahwa jangan sampe kita terpaku kepada rumusan pertanyaan yang udah kita buat. Itu bisa menjebak kita nantinya dalam kekakuan. Tapi, pastikan bahwa kamu dapat mengembangkan pertanyaan lain saat wawancara terjadi. Jadi bisa bersumber dari pertanyaan narasumber.
Nah, sekarang kita belajar menuliskan hasil wawancara. Untuk mendapatkan tulisan berupa wawancara yang baik, tentunya kita kudu mendapatkan sedetil-detilnya segala macam yang ‘melekat’ pada narasumber. Setelah melakukan wawancara, biasanya ada kesempatan untuk rileks. Nah, di situlah kamu bisa tanya ‘ini-itu’ dari narasumber; misalnya warna favoritnya, olahraga kesukaannya, makanan kesukaannya, tokoh idolanya, pendidikannya, keluarganya, aktivitasnya, pengalaman-pengalaman unik yang dialaminya, dsb. Dengan catatan, jika wawancara ini bersifat ‘eksklusif’, yakni cuma kamu, atau media tempat kamu kerja aja yang melakukan wawancara dengan narasumber tersebut. Kalo wawancara sambil lalu, maka untuk mendapatkan detil dari yang ‘melekat’ pada dirinya, kamu bisa baca via sumber lain yang menceritakan narasumber tersebut. Jadi tenang aja, apalagi jika media massa tempat kamu kerja punya dokumentasi lengkap, maka akan mudah untuk berkreasi dalam menulis hasil wawancaramu.
Sobat muda muslim, kita juga bisa ‘memodifikasi’ tulisan
wawancara. Tujuannya supaya pembaca enak untuk menyimaknya. Misalnya begini.
Dalam kenyataan saat wawancara, kita mengajukan pertanyaan yang adakalanya
panjang banget kan? Biasanya itu dilakukan untuk memperjelas maksud. Nah, dalam
tulisan hasil wawancara, tidak perlu ditulis semua pertanyaan kita sesuai
rekaman di kaset. Kamu bisa memotongnya dengan tanpa mengurangi maksud dari
pertanyaan. Contoh: “Bapak bisa jelaskan masalah yang menimpa anak muda
sekarang, misalnya dalam masalah pergaulan?” Ini yang kita ucapkan kepada
narasumber. Tapi, dalam tulisan hasil wawancara, kita persingkat saja jadi
begini, “Bisa dijelaskan pergaulan remaja sekarang?” Lebih hemat kan?
Bisa juga ‘modifikasi’ itu kita lakukan dalam ‘membagi’
jawaban narasumber ke dalam beberapa bagian ‘pertanyaan buatan’ kita. Ini
terjadi jika jawaban narasumber kelewat panjang. Nah, supaya pembaca nggak
jenuh dengan panjangnya jawaban, maka kita buatkan ‘pertanyaan pembantu’ untuk
membagi jawaban tersebut. Tentu dengan tidak menghilangkan maksud dari jawaban
narasumber dong. Sekali lagi, ini sekadar mengatasi kejenuhan pembaca.
Terus, yang bisa kita lakukan dalam menulis hasil wawancara adalah mengkreasikan data-data. Supaya tambah ciamik, maka dalam tulisan itu, kita selipkan profil narasumber. Misalnya, “Bapak sembilan anak yang rajin membaca buku ini, terlihat masih segar di usia tuanya. Setiap hari, ia berkeliling komplek perumahan untuk sekadar berolaharga jalan kaki kesukaannya. Suami dari ….. (sebutkan nama istrinya) kelahiran Jakarta 50 tahun silam itu kini aktif sebagai pengurus Partai …. (sebutkan nama partai tempat ia bergabung dan jabatannya)”
Terus, yang bisa kita lakukan dalam menulis hasil wawancara adalah mengkreasikan data-data. Supaya tambah ciamik, maka dalam tulisan itu, kita selipkan profil narasumber. Misalnya, “Bapak sembilan anak yang rajin membaca buku ini, terlihat masih segar di usia tuanya. Setiap hari, ia berkeliling komplek perumahan untuk sekadar berolaharga jalan kaki kesukaannya. Suami dari ….. (sebutkan nama istrinya) kelahiran Jakarta 50 tahun silam itu kini aktif sebagai pengurus Partai …. (sebutkan nama partai tempat ia bergabung dan jabatannya)”
Kamu bisa buat tulisan tambahan seperti itu sekitar 3 buah.
Boleh juga dipadu dengan biodata singkatnya yang ditulis dalam sebuah kertas
(minta saja bagian tataletak untuk men-scan kertas tersebut untuk diselipkan
dalam lay-out rubrik wawancara tersebut). Pokoknya, buatlah semenarik mungkin
hasil kreasimu. Tiap wartawan biasanya punya kreasi tersendiri. Selama itu
memang menarik, kenapa tidak? Tul nggak?
Tulisan hasil wawancara akan lebih menarik jika kamu pandai
mengolah kata, gabungkan dengan tip yang sudah saya sampaikan di awal; membuat
judul, hemat kata, dan tentunya kaya dengan kosakata. Ditanggung antimanyun
deh.
Oke, sekarang mulailah menyiapkan segalanya untuk wawancara.
Sudah siap? Yup, sebelum lupa, yang penting lagi sebelum melakukan wawancara
adalah mental. Selain kudu percaya diri, kamu juga ‘wajib’ punya mental juara.
Sebab, adakalanya narasumber itu ‘ngerjain’ kita. Saya dan seorang teman pernah
melakukan wawancara dengan Pak Amien Rais (waktu itu masih Ketua PP
Muhammadiyah). Wuih, sampe empat kali bolak-balik Bogor-Jakarta. Jadi, nggak
mesti sekali jadi. Maklumlah tokoh penting. Akhirnya dapet juga, meski dengan
susah payah. Kejar terus sampe dapet! Ayo…kamu pasti bisa![Sumber: Buku
"Menjadi Penulis Hebat"]
Wawancara saat ini merupakan salah satu hal penting dalam
kehidupan kita. Kadang hal ini diperlukan dalam suatu hal penting untuk
memperoleh informasi yang kita butuhkan.
Maka dari itu, bagaimana cara melakukan kegiatan wawancara dengan baik dan benar? serta aspek apa saja yang perlu di perhatikan saat kita hendak melakukan proses wanwancara? Dan Bagaimana cara membuat laporan hasil wawancara itu? Berikut jawabannya :
Kegiatan wawancara sebenarnya menjadi efektif dan efisien apabila Anda mengetahui teknik dan rencana wawancara dengan benar. Teknik wawancara bermacam-macam. Jika Anda melakukan wawancara terhadap seseorang, Anda dapat memakai teknik individual atau perorangan. Kegiatan wawancara ini bisa sedikit berbeda tergantung pada orang, tempat, waktu, dan hal yang dibicarakan.
Sebelum melakukan wawancara perhatikan hal berikut.
1. Menghubungi orang yang akan diwawancara, baik langsung maupun tidak langsung dan pastikan kesediaannya untuk diwawancarai.
2. Persiapkan daftar pertanyaan yang sesuai dengan pokok-pokok masalah yang akan ditanyakan dalam wawancara. Persiapkan daftar pertanyaan secara baik dengan memperhatikan 6 unsur berita, yaitu 5W + 1H. Pada saat kegiatan wawancara berlangsung usahakan tidak terlalu bergantung pada pertanyaan yang telah disusun.
3. Berikan kesan yang baik, misalnya datang tepat waktu sesuai perjanjian.
4. Perhatikan cara berpakaian, gaya bicara, dan sikap agar menimbulkan kesan yang simpatik.
Pada saat wawancara Anda perlu memperhatikan pegangan umum pelaksanaan wawancara berikut ini.
1. Jelaskan dulu identitas Anda sebelum wawancara dimulai dan kemukakan tujuan wawancara.
2. Mulai wawancara dengan pertanyaan yang ringan dan bersifat umum. Lakukanlah pendekatan tidak langsung pada persoalan, misalnya lebih baik tanyakan dulu soal kesenangan atau hobi tokoh. Jika dia sudah asyik berbicara, baru hubungkan dengan persoalan yang menjadi topik Anda.
3. Sebutkan nama narasumber secara lengkap dan bawalah buku catatan, alat tulis, atau tape recorder saat melakukan wawancara.
4. Dengarkan pendapat dan informasi secara saksama, usahakan tidak menyela agar keterangan tidak terputus. Jangan meminta pengulangan jawaban dari narasumber.
5. Hindari pertanyaan yang berbelit-belit.
6. Harus tetap menjaga suasana agar tetap informatif. Hormati petunjuk narasumber seperti “off the record”, “no comment”, dan lain-lain. Hindari pertanyaan yang menyinggung dan menyudutkan narasumber.
7. Harus pandai mengambil kesimpulan, artinya tidak semua jawaban dicatat.
8. Beri kesan yang baik setelah wawancara. Jangan lupa mohon diri dan ucapkan terima kasih dan mohon maaf!
9. Selain itu, kita harus mengetahui betul apa tujuan wawancara.
Penyajian Atau Pembuatan Laporan Hasil Wawancara
Hal-hal yang harus diperhatikan agar tulisan hasil wawancara menarik bagi para pembaca adalah:
1. Kata-kata yang diucapkan narasumber hendaknya ditulis apa adanya. Hal ini akan membuat cerita tersebut hidup. Seolaholah narasumber langsung bercerita pada setiap pembaca. Keterangan mengenai keadaan sekitar narasumber membantu pembaca untuk melihat narasumber ketika diwawancarai.
2. Kejadian-kejadian, keterangan-keterangan, dan pendapatpendapat yang diberikan narasumber mempunyai bobot terhadap tulisan, namun usahakanlah agar lebih jeli dalam penyampaiannya.
3. Wawancara menjadi efektif jika tujuan pewawancara jelas, yaitu untuk memberi informasi, hiburan, bimbingan praktis, atau laporan.
4. Penyajian hasil wawancara sebenarnya tergantung pada pewancara, bisa berupa narasi, dialog, esai, deskripsi, dan sebagainya.
Nah, begitu sekilas cara melakukan wawancara dan cara membuat laporan hasil wawancara. Selamat Mencoba!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar