Hadits Ke-1
Dari Amirul
Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”Aku
pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya
seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan
sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan
Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang
berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin
dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’”
(Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin
Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin
Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang
merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits)[1]
Kedudukan Hadits
Materi hadits
pertama ini merupakan pokok agama. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada Tiga
hadits yang merupakan poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan hadits
Nu’man bin Basyir.” Perkataan Imam Ahmad rahimahullah tersebut dapat dijelaskan
bahwa perbuatan seorang mukallaf bertumpu pada melaksanakan perintah dan
menjauhi larangan. Inilah halal dan haram. Dan diantara halal dan
haram tersebut ada yang mustabihat (hadits Nu’man bin Basyir/hadist ke 6).
Untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dibutuhkan niat yang benar
(hadits Úmar/ Hadist ke 1,2), dan harus sesuai dengan tuntunan syariát
(hadits Aísyah/hadist ke 5).
Setiap Amal Tergantung
Niatnya
Diterima atau
tidaknya dan sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya. Demikian
juga setiap orang berhak mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya dalam
beramal. Dan yang dimaksud dengan amal disini adalah semua yang berasal dari
seorang hamba baik berupa perkataan, perbuatan maupun keyakinan hati.
Fungsi Niat
Niat memiliki 2 fungsi:
1. Jika niat
berkaitan dengan sasaran suatu amal (ma’bud), maka niat tersebut berfungsi
untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal kebiasaan.
2. Jika niat
berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan
antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.
Pengaruh Niat yang Salah
Terhadap Amal Ibadah
Jika para ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:
Jika para ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:
1. Niat sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah
niat yang dipakai oleh fuqoha’.
2. Niat sebagai
syarat diterimanya ibadah, dengan istilah lain:
Ikhlas.
Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:
Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:
a. Jika niatnya salah sejak awal, maka ibadah tersebut
batal.
b. Jika
kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada 2 keadaan:
- Jika ia
menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
- Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.
- Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.
c. Senang untuk dipuji setelah amal selesai, maka
tidak membatalkan amal.
Beribadah dengan Tujuan
Dunia
Pada dasarnya
amal ibadah hanya diniatkan untuk meraih kenikmatan akhirat. Namun terkadang
diperbolehkan beramal dengan niat untuk tujuan dunia disamping berniat untuk
tujuan akhirat, dengan syarat apabila syariát menyebutkan adanya pahala dunia
bagi amalan tersebut. Amal yang tidak tercampur niat untuk mendapatkan dunia
memiliki pahala yang lebih sempurna dibandingkan dengan amal yang disertai niat
duniawi.
Hijrah
Makna hijrah
secara syariát adalah meninggalkan sesuatu demi Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah
artinya mencari sesuatu yang ada disisi-Nya, dan demi Rasul-Nya artinya ittiba’
dan senang terhadap tuntunan Rasul-Nya.
Bentuk-bentuk Hijrah:
1. Meninggalkan negeri syirik menuju negeri tauhid.
2. meninggalkan negeri bidáh menuju negeri sunnah.
3. Meninggalkan negeri penuh maksiat menuju negeri yang sedikit kemaksiatan.
1. Meninggalkan negeri syirik menuju negeri tauhid.
2. meninggalkan negeri bidáh menuju negeri sunnah.
3. Meninggalkan negeri penuh maksiat menuju negeri yang sedikit kemaksiatan.
Ketiga bentuk hijrah tersebut adalah pengaruh dari
makna hijrah.
Hadits Ke-2
Dari
Umar rodhiyallohu’anhu juga, beliau berkata: Pada suatu hari ketika kami duduk
di dekat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba muncul seorang
laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Pada dirinya
tidak tampak bekas dari perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami
yang mengenalnya. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi shollallohu ‘alaihi
wasallam, lalu mendempetkan kedua lututnya ke lutut Nabi, dan meletakkan kedua
tangannya di atas kedua pahanya, kemudian berkata: ”Wahai Muhammad, terangkanlah
kepadaku tentang Islam.” Kemudian Rosululloh shollallohu’alaihi
wasallam menjawab: ”Islam yaitu: hendaklah engkau bersaksi tiada sesembahan
yang haq disembah kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh.
Hendaklah engkau mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa pada bulan
Romadhon, dan mengerjakan haji ke rumah Alloh jika engkau mampu
mengerjakannya.” Orang itu berkata: ”Engkau benar.” Kami menjadi
heran, karena dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya. Orang itu
bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang iman”. (Rosululloh)
menjawab: ”Hendaklah engkau beriman kepada Alloh, beriman kepada para
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaklah
engkau beriman kepada taqdir yang baik dan yang buruk.”Orang tadi berkata:
”Engkau benar.” Lalu orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah
kepadaku tentang ihsan.” (Beliau) menjawab: “Hendaklah engkau
beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak
dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.”
Orang itu berkata lagi: ”Beritahukanlah kepadaku tentang hari kiamat.”
(Beliau) mejawab: “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang
bertanya.” Orang itu selanjutnya berkata: ”Beritahukanlah kepadaku
tanda-tandanya.” (Beliau) menjawab: ”Apabila budak melahirkan tuannya,
dan engkau melihat orang-orang Badui yang bertelanjang kaki, yang miskin lagi
penggembala domba berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan.” Kemudian
orang itu pergi, sedangkan aku tetap tinggal beberapa saat lamanya. Lalu Nabi
shollallohu ’alaihi wasallam bersabda: ”Wahai Umar, tahukah engkau siapa
orang yang bertanya itu ?”. Aku menjawab: ”Alloh dan Rosul-Nya yang
lebih mengetahui.” Lalu beliau bersabda: ”Dia itu adalah malaikat Jibril
yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.”(HR.
Muslim).
Kedudukan Hadits
Materi
hadits ke-2 ini sangat penting sehingga sebagian ulama menyebutnya sebagai
“Induk sunnah”, karena seluruh sunnah berpulang kepada hadits ini.
Islam, Iman, dan
Ihsan
Dienul
Islam mencakup tiga hal, yaitu: Islam, Iman dan Ihsan. Islam berbicara masalah
lahir, iman berbicara masalah batin, dan ihsan mencakup keduanya. Ihsan
memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari iman, dan iman memiliki kedudukan
yang lebih tinggi dari Islam. Tidaklah ke-Islam-an dianggap sah kecuali jika
terdapat padanya iman, karena konsekuensi dari syahadat mencakup lahir dan
batin. Demikian juga iman tidak sah kecuali ada Islam (dalam batas yang
minimal), karena iman adalah meliputi lahir dan batin.
Perhatian!
Para
penuntut ilmu semestinya paham bahwa adakalanya bagian dari sebuah istilah
agama adalah istilah itu sendiri, seperti contoh di atas.
Iman Bertambah dan
Berkurang
Ahlussunnah
menetapkan kaidah bahwa jika istilah Islam dan Iman disebutkan secara
bersamaan, maka masing-masing memiliki pegerttian sendiri-sendiri, namun jika
disebutkan salah satunya saja, maka mencakup yang lainnya. Iman dikatakan dapat
bertambah dan berkurang, namun tidaklah dikatakan bahwa Islam bertambah dan
berkurang, padahal hakikat keduanya adalah sama. Hal ini disebabkan karena
adanya tujuan untuk membedakan antara Ahlussunnah dengan Murjiáh. Murjiáh
mengakui bahwa Islam (amalan lahir) bisa bertambah dan berkurang, namun mereka
tidak mengakui bisa bertambah dan berkurangnya iman (amalan batin). Sementara
Ahlussunnah meyakini bahwa keduanya bisa bertambah dan berkurang.
Istilah Rukun Islam
dan Rukun Iman
Istilah
“Rukun” pada dasarnya merupakan hasil ijtihad para ulama untuk
memudahkan memahami dien. Rukun berarti bagian sesuatu yang menjadi syarat
terjadinya sesuatu tersebut, jika rukun tidak ada maka sesuatu tersebut tidak
terjadi.Istilah rukun seperti ini bisa diterapkan untuk Rukun Iman, artinya
jika salah satu dari Rukun Iman tidak ada, maka imanpun tidak ada. Adapun pada
Rukun Islam maka istilah rukun ini tidak berlaku secara mutlak, artinya
meskipun salah satu Rukun Islam tidak ada, masih memungkinkan Islam masih tetap
ada.
Demikianlah
semestinya kita memahami dien ini dengan istilah-istilah yang dibuat oleh para
ulama, namun istilah-istilah tersebut tidak boleh sebagai hakim karena tetap
harus merujuk kepada ketentuan dien, sehingga jika ada ketidaksesuaian antara
istilah buatan ulama dengan ketentuan dien, ketentuan dien lah yang
dimenangkan.
Batasan Minimal Sahnya
Keimanan
1.
Iman kepada Allah.
Iman
kepada Allah sah jika beriman kepada Rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, dan asma’
dan sifat-Nya.
2. Iman kepada Malaikat.
Iman
kepada Malaikat sah jika beriman bahwa Allah menciptakan makhluk bernama
malaikat sebagai hamba yang senantiasa taat dan diantara mereka ada yang
diperintah untuk mengantar wahyu.
3. Iman kepada Kitab-kitab.
Iman
kepada kitab-kitab sah jika beriman bahwa Allah telah menurunkan kitab yang
merupakan kalam-Nya kepada sebagian hambanya yang berkedudukan sebagai rasul.
Diantara kitab Allah adalah Al-Qurán.
4. Iman kepada Para Rasul.
Iman
kepada para rasul sah jika beriman bahwa Allah mengutus kepada manusia sebagian
hambanya mereka mendapatkan wahyu untuk disampaikan kepada manusia, dan
pengutusan rasul telah ditutup dengan diutusnya Muhammad shallallaahu álaihi wa
sallam.
5. Iman kepada Hari Akhir.
Iman
kepada Hari Akhir sah jika beriman bahwa Allah membuat sebuah masa sebagai
tempat untuk menghisab manusia, mereka dibangkitkan dari kubur dan dikembalikan
kepada-Nya untuk mendapatkan balasan kebaikan atas kebaikannya dan balasan
kejelekan atas kejelekannya, yang baik (mukmin) masuk surga dan yang buruk
(kafir) masuk neraka. Ini terjadi di hari akhir tersebut.
6. Iman kepada Taqdir.
Iman
kepada taqdir sah jika beriman bahwa Allah telah mengilmui segala sesuatu
sebelum terjadinya kemudian Dia menentukan dengan kehendaknya semua yang akan
terjadi setelah itu Allah menciptakan segala sesuatu yang telah ditentukan
sebelumnya.
Demikianlah
syarat keimanan yang sah, sehingga dengan itu semua seorang berhak untuk
dikatakan mukmin. Adapun selebihnya maka tingkat keimanan seseorang
berbeda-beda sesuai dengan banyak dan sedikitnya kewajiban yang dia tunaikan
terkait dengan hatinya, lesannya, dan anggota badannya.
Taqdir Buruk
Buruknya
taqdir ditinjau dari sisi makhluk. Adapun ditinjau dari pencipta taqdir, maka
semuanya baik.
Makna Ihsan
Sebuah
amal dikatakan hasan cukup jika diniati ikhlas karena Allah, adapun selebihnya
adalah kesempurnaan ihsan. Kesempurnaan ihsan meliputi 2 keadaan:
1. Maqom Muraqobah yaitu senantiasa
merasa diawasi dan diperhatikan oleh Allah dalam setiap aktifitasnya, kedudukan
yang lebih tinggi lagi.
2. Maqom Musyahadah yaitu senantiasa
memperhatikan sifat-sifat Allah dan mengaitkan seluruh aktifitasnya dengan
sifat-sifat tersebut.
Hadits Ke-3
Dari
Abu Abdirrohman Abdulloh bin Umar bin Khoththob rodhiyallohu ‘anhuma, dia
berkata “Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam
bersabda: ’Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: Bersaksi tiada
sesembahan yang haq kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan
Alloh, menegakkan sholat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitulloh,
dan berpuasa pada bulan Romadhon.”(HR.Bukhori dan Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits
ini merupakan hadits yang agung karena menyebutkan tonggak-tonggak Islam atau
yang disebut dengan Rukun Islam. Berpangkal dari kelima rukun tersebut Islam
dibangun.
Macam-macam
penggunaan istilah IslamIstilah islam digunakan dalam dua bentuk, yaitu:
1.
Islam ‘Am berarti berserah diri kepada Allah dengan cara bertauhid,
tunduk kepada-Nya dalam bentuk ketaatan serta bersih dan benci dari syirik dan
penganutnya. Islam dalam pengertian ini merupakan ke-Islam-an makhluk secara
umum tak seorangpun keluar dari ketentuan ini baik suka atau-pun terpaksa.
Islam seperti ini-lah Islam yang diajarkan oleh seluruh rasul.
2.
Islam Khos berarti Islam yang dibawa oleh Muhammad shallallaahu álaihi
wa sallam, yaitu: mencakup Islam dengan makna ‘am yang sesuai dengan
tuntunan Muhammad shallallaahu álaihi wa sallam. Jika istilah Islam datang
secara mutlaq maka maksudnya adalah Islam khos.
Syahadatain
Syahadat
tidaklah sah sehingga terkumpul padanya tiga hal: keyakinan hati, ucapan lisan
dan menyampaikan kepada orang lain. Dalam kondisi tertentu terkadang
diperbolehkan untuk tidak menyampaikan kepada orang lain. Makna syahadat “la
ilaha illa’llahu” adalah menafikan hak disembah pada selain Allah dan
menetapkan hanya Allah-lah yang berhak untuk disembah. Konsekuensinya harus
mentauhidkan Allah dalam ibadah, oleh karena itu kalimat tersebut dinamakan
sebagai kalimat tauhid.
Makna
syahadat “Muhammad Rasulullah” adalah meyakini dan menyatakan bahwa
Muhammad bin Abdillah adalah benar-benar utusan Allah yang mendapatkan wahyu
berupa Kalamullah untuk disampaikan kepada manusia seluruhnya. Dan dia adalah
penutup para Rasul. Konsekuensi dari syahadat ini yaitu membenarkan beritanya,
mentaati perintahnya, menjauhi larangannya dan beribadah kepada Allah hanya
dengan syar’iatnya .
Utusan
Allah dari kalangan manusia mendapatkan wahyu melalui utusan Allah dari
kalangan malaikat maka tidak-lah mereka langsung mendapatkan dari Allah kecuali
pada sebagian, sesuai dengan kehendak Allah.
Hukum meninggalkan
rukun Islam.Hukum meninggalkan Rukun Islam dapat diperinci sebagai berikut:
1. Meninggalkan syahadatain hukumnya
kafir secara ijma’.
2. Meninggalkan shalat hukumnya
kafir menurut jumhur ulama atau ijma’ sahabat.
3. Meninggalkan rukun yang lainnya
hukumnya tidak kafir menurut jumhur ulama.
Meninggalkan
disini dalam arti tidak mengerjakan dengan meyakini kebenarannya dan
kewajibannya, adapun jika tidak meyakini kebenarannya dan kewajibannya maka
hukumnya kafir walaupun mengerjakannnya.
Pembagian Rukun
Islam Rukun islam terbagi menjadi empat kelompok yaitu:
1. Amal i’tiqodiyah yaitu syahadataian
2. Amal badaniyah yaitu solat dan puasa.
3. Amal maliyah yaitu Zakat.
4. Amal badaniyah dan maliyah yaitu haji.
Hadits Ke-4
Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin Mas’ud
rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah
bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan: ’Sesungguhnya setiap orang
diantara kamu dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama empat puluh
hari dalam bentuk nuthfah(air mani), kemudian menjadi ‘alaqoh(segumpal darah)
selama waktu itu juga (empat puluh hari), kemudian menjadi mudhghoh(segumpal
daging) selama waktu itu juga, lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu
malaikat itu meniupkan ruh padanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat:
Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya.
Maka demi Alloh yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu
yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga
jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah
ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia
masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan
amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak
antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah
ditetapka atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia
masuk ke dalamnya.” (HR. Bukhori dan
Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits
ini merupakan pangkal dalam bab taqdir, yaitu tatkala hadits tersebut
menyebutkan bahwa taqdir janin meliputi 4 hal: rizqinya, ajalnya, amalnya, dan
bahagia atau celakanya.
Perkembangan Janin
Janin
sebelum sempurna menjadi janin melalui 3 fase, yaitu: air mani, segumpal darah,
kemudian segumpal daging. Masing-masing lamanya 40 hari.
Janin sebelum berbentuk
manusia sempurna juga mengalami 3 fase, yaitu:1. Taswir, yaitu digambar dalam bentuk garis-garis, waktunya setelah 42 hari.
2. Al-Khalq, yaitu dibuat bagian-bagian tubuhnya.
3. Al-Barú, yaitu penyempurnaan.
Allah berfirman dalam Surat Al-Hasyr: 24, mengisyaratkan ketiga proses tersebut.
Hubungan Ruh dengan Jasad
Ruh
dengan jasad memiliki keterkaitan yang berbeda sesuai dengan keadaan dan
waktunya dalam 4 bentuk hubungan:
1. Tatkala di rahim.
Hubungan keduanya lemah. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada jasad.2. Tatkala di alam dunia. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada jasad. Sementara hubungan keduanya sesuai dengan kebutuhan kehidupan jasad.
3. Tatkala di alam barzah. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada ruh.
4. Tatkala di alam akhirat. Kehidupan ketika itu sempurna pada keduanya. Pada masa inilah hubungan keduanya sangat kuat.
Macam-macam Penulisan Taqdir
Allah menulis taqdir dalam 4 bentuk, yaitu:
1. Taqdir saabiq, yaitu penulisan taqdir bagi seluruh makhluk di lauh mahfudz 50 ribu tahun sebelum penciptaan bumi dan langit.
2. Taqdir úmri, yaitu penulisan taqdir bagi janin ketika berusia 4 bulan.
3. Taqdir sanawi, yaitu penulisan taqdir bagi seluruh makhluk setiap tahunnya pada malam lailatul qodr.
4. Taqdir yaumi, yaitu penulisan terhadap setiap kejadian setiap harinya.
Keempat macam penulisan taqdir tersebut memungkinkan terjadinya perubahan kecuali pada taqdir sabiq. Sebagaimana firman Allah: (Surat Ar-Ra’d: 39).
Taqdir
Allah sama sekali bukan sebagai pemaksaan, Allah lebih tahu terhadap hambanya
yang pantas mendapatkan kebaikan dan yang tidak.
Buah Iman kepada Taqdir
Beriman
kepada taqdir akan menghasilkan rasa takut yang mendalam akan nasib akhir
hidupnya dan menumbuhkan semangat yang tinggi untuk beramal dan istiqomah dalam
ketaatan demi mengharap khusnul khatimah.
Beriman
kepada taqdir bukanlah alasan untuk bermaksiat dan bermalas-malasan. Hati orang-orang
yang shalih diantara 2 keadaan, yaitu khawatir tentang apa yang telah ditulis
baginya atau khawatir tentang apa yang akan terjadi pada akhir hidupnya.
Keadaan pertama hatinya para sabiqin dan keadaan ke-2 hatinya para abrar.
Rahasia Khusnul
Khatimah dan Suúl Khatimah
Termasuk
diantara kesempurnaan Allah yaitu menciptakan hamba dengan berbagai macam
keadaan. Diantara hambanya ada yang khusnul khatimah sebagai anugrah semata
setelah mengisi lembaran hidupnya penuh dengan kejahatan dan diantara hambanya
ada yang suúl khatimah sebagai keadilan semata setelah mengisi lembaran
hidupnya penuh dengan ketaatan. Hamba pada jenis yang terakhir ini bisa jadi
pada hakikatnya tersimpan dalam hatinya kejahatan yang kemudian muncul secara
lahir pada akhir hayatnya. Karena dalam suatu riwayat Rasulullah menyatakan
bahwa amalan baik tersebut sekedar yang tampak pada manusia
Hadits Ke-5
Dari
Ibunda kaum mu’minin, Ummu Abdillah ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, dia berkata:
”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ”Barang siapa
yang mengada-adakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari
kami, maka (amalan) itu tertolak.” (HR. Bukhori dan Muslim). Dan dalam
riwayat Muslim: “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada
perintahnya dari kami, maka itu tertolak.”
Kedudukan hadits
Hadits
ini sangat agung kedudukannya karena merupakan dasar penolakan terhadap seluruh
bentuk bidáh yang menyelisihi syariát, baik bidáh dalam aqidah, ibadah, maupun
muámalah.
Bidáh
Bidáh
memiliki 2 tinjauan secara lughah dan secara syarí. Bidáh secara lughah berarti
segala sesuatu yang tidak ada contoh atau tidak ada yang mendahuluinya pada
masanya. Adapun bidáh secara syarí adalah seperti yang didefinisikan oleh para
ulama, yaitu yang memenuhi 3 kriteria sebagai berikut:
1. Dilakukan secara terus
menerus.2. Baru, dalam arti tidak ada contohnya.
3. Menyerupai syariát baik dari sisi sifatnya atau atsarnya.
Dari
sisi sifat maksudnya seperti sifat-sifat syariát yaitu sudah tertentu waktu,
tempat, jenis, jumlah, dan tata caranya. Dari sisi atsarnya maksudnya diniati
untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari pahala. Bidáh termasuk jenis
Dosa Besar, karena merupakan amal kemaksiatan namun mengharapkan pahala.
Mashalihul Mursalah
Kalau
seseorang tidak benar-benar memahami hakikat bidáh maka dia bisa rancu dengan
sesuatu yang disebut Mashalihul Mursalah. Sepintas, antara bidáh dan Mashalihul
Mursalah ada kemiripan, namun hakikatnya berbeda. Adapun perbedaannya adalah
sebagai berikut :
1.
Mashalihul Mursalah terjadi pada perkara
duniawi atau pada sarana (wasilah) demi penjagaan lima maqosid syariát yaitu
agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Sementara bidáh terjadi pada ibadah
atau ghayah.
2. Mashalihul
Mursalah tidak ada tuntutan untuk dikerjakan pada masa Nabi shallallaahu álaihi
wa sallam, adapun bidáh tuntutan untuk dikerjakannya sudah ada pada masa Nabi
shallallaahu álaihi wa sallam.
Hadits Ke-6
An-Nu'man
bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Yang
halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat
hal-hal musyabbihat (syubhat / samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak
diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal
musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa
yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah
larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja
mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Allah
adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat
daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila
sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu
adalah hati.'" (HR. Bukhori)[1]
Kedudukan Hadits
Tentang
kedudukan hadits ini sudah disebutkan pada penjelasan hadits pertama.
Musytabihat
Musytabihat
adalah segala sesuatu yang belum diketahui secara jelas hukumnya, apakah
termasuk halal atau termasuk haram. Mustabihat sifatnya nisbi, artinya
ketidakjelasan tersebut terjadi pada sebagian orang dan tidak pada semua orang.
Dengan demikian tidak ada satu pun sesuatu yang mustabihat secara mutlak,
dimana semua orang tidak mengetahui kejelasan hukumnya.
Musytabihat dapat terjadi
dalam 2 keadaan sebagai berikut:1. Ketika para ulama tawakuf tentang hukum suatu masalah.
2. Ketika seseorang yang bukan ulama merasa tidak mengetahui secara jelas tentang hukum suatu masalah.
Dalam
kedua keadaan tersebut semestinya seseorang tidak melangkah sehingga perkaranya
sudah jelas, baik tatkala ulamanya sudah tidak tawakuf lagi atau sudah
menanyakan kepada ahlinya.
Menghindari
Mustabihat Identik dengan Menjaga Agama dan KehormatanOrang mukmin berkewajiban untuk memelihara agama dan kehormatannya. Kewajiban ini bisa terlaksana dengan cara menghindari Mustabihat. Hal itu karena:
1.
Dengan menghindari Mustabihat maka secara
otomatis dia terhindar dari yang haram dan dengan terhindar dari yang haram
terjagalah agamanya.
2. Adakalanya
orang yang tidak menghindari Mustabihat akan dianggap orang yang rendah
agamanya dan tidak memiliki ketaqwaan, dengan demikian ternodailah
kehormatannya. Berbeda jika dia menghindari Mustabihat maka aggapan seperti itu
akan jauh darinya, dengan demikian terjagalah kehormatannya.
Menerjang
Mustabihat Identik dengan Menjerumuskan Diri ke dalam Keharaman
Orang
mukmin dilarang melakukan sesuatu sehingga dia mengetahui hukumnya, maka
seseorang yang menerjang Mustabihat dia akan terjerumus ke dalam yang haram
ditinjau dari 2 sisi sebagai berikut :
1.
Melanggar larangan, karena telah melakukan
sesuatu yang belum jelas hukumnya.
2. Bisa jadi yang
dia lakukan hukumnya haram sementara dia tidak menyadarinnya karena belum jelas
hukumnya.
Sesuatu yang
Diperselisihkan Hukumnya Tidak Identik dengan Mustabihat.
Banyak
masalah yang diperselisihkan status halal dan haramnya oleh para ulama.
Tindakan menyelamatkan diri dari perbedaan ulama adalah suatu kemuliaan, namun
tidak dalam seluruh masalah. Memilih pendapat yang lebih kuat, sekalipun
dinilai haram oleh pihak yang lain, tidaklah termasuk menerjang Mustabihat
apalagi menerjang keharaman.
Hati, Otak Dan Akal
Hati
adalah tempat bersemayamnya akal dan rumah ruh. Akal adalah alat untuk memahami
dan mangetahui baik-buruk dan benar-salah. Sedangkan otak adalah penyampai data
kepada akal. Dengan demikian, yang bisa memahami dalil-dalil syariát adalah
akal.
Hadits Ke-7
Dari
Abu Ruqoyyah Tamiim bin Aus Ad-Daari rodhiyallohu’anhu, sesungguhnya Nabi
shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ”Agama itu adalah nasihat”.
Kami (sahabat) bertanya: ”Untuk siapa?” Beliau bersabda: ”Untuk
Alloh, kitab-Nya, rosul-Nya, pemimpin-pemimpin umat islam, dan untuk seluruh
muslimin.” (HR.Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits
ini sangat penting, karena mengandung seluruh agama.Yaitu mengandung hak Allah,
hak rasul-Nya, dan hak hamba-Nya. Kewajiban penunaian hak-hak tersebut
tekandung pada kata nasehat.
Lingkup Nasehat
Nasehat,
pada asalnya berarti bersih dari campuran atau adanya keserasian hubungan.Pada
hadits di atas, nasehat untuk umat secara umum dan para imam berarti kehendak
baik dari nasih kepada mansuh, sebagaimana pengertian yang sering dipakai untuk
mendefiniskan nasehat. Adapun nasehat untuk lainnya, sesuai dengan asal
katanya, yaitu adanya keserasian hubungan. Dimana masing-masing memberikan hak
pihak lain yang mesti ditunaikan.
1. Nasehat untuk
Allah.Adalah menunaikan hak Allah seperti telah tersebut pada pembahasan iman kepada Allah.
2. Nasehat untuk kitab-Nya.
Adalah
menunaikan hak kitab-Nya Al-Qur’an, seperti, yakin bahwa Al-Qur’an kalamullah,
mu’jizat terbesar diantara mu’jizat-mu’jizat yang pernah diberikan kepada para
rasul, sebagai petunjuk dan cahaya. Selain itu juga membenarkan beritanya dan
melaksanakan hukumnya.
3. Nasehat untuk
Rasul-Nya.
Adalah
menunaikan hak Rasulullah, seperti telah tersebut pada makna syahadat Muhammad
rasulullah.
4. Nasehat untuk
para imam.
Kata
imam jika disebutkan secara mutlak maka berarti penguasa, dan adakalanya kata
imam berarti ulama. Nasehat untuk para imam, meliputi imam dengan kedua arti
tersebut.
Nasehat
untuk penguasa adalah menunaikan haknya, seperti, taat dalam hal yang ma’ruf,
tidak taat dalam kemaksiatan, tunduk dan tidak membangkang dan lain-lain yang
merupakan hak penguasa yang telah dijelaskan dalam kitab dan sunah.
Nasehat
untuk ulama adalah mencintai mereka karena kebaikannya dan jasanya pada umat
berkat ilmunya, dan dakwahnya, menjaga kehormatan dan kewibawaannya serta menyebarkan
fatwa- fatwanya.
5. Nasehat untuk
awam kaum muslimin
adalah
memberikan semua yang menjadi hak mereka demi terwujudnya maslahat dunia dan
akherat mereka
Semua hak-hak diatas ada
yang sifatnya wajib dan ada yang sunnahHadits Ke-8
Dari
Ibnu Umar rodhiyallohu’anhuma, sesungguhnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi
wasallam pernah bersabda: ”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia
sampai mereka mau mengucapkan laa ilaaha illalloh (Tiada sesembahan yang haq
kecuali Alloh), menegakkan sholat, dan membayar zakat. Apabila mereka telah
melakukan semua itu, berarti mereka telah memelihara harta dan jiwanya dariku
kecuali ada alasan yang hak menurut Islam (bagiku untuk memerangi mereka) dan
kelak perhitungannya terserah kepada Alloh subhanahu wata’ala.” (HR.
Bukhori dan Muslim)
Islam dan Perang
Allah
memerintahkan untuk memerangi non muslim sampai mereka mau bersyahadatain dan
iltizam terhadap syari’at Islam. Makna iltizam adalah meyakini bahwa dirinya
terkena kewajiban syari’at. Yang sesungguhnya telah termaktub di dalam makna
syahadatain. Pelaksanaan perang tersebut setelah sebelumya disampaikan dakwah
Islam. Di samping muslim yang sudah iltizam terhadap syari’at, ada juga orang
kafir yang tidak boleh diperangi. Muslim yang sudah iltizam namun tidak
melaksanakan syari’at, sebagian ulama berpendapat mereka boleh diperangi,
terutama jika sekelompok masyarakat muslim sepakat untuk tidak melaksanakan
syiar Islam.
Macam-macam Orang
Kafir Orang kafir terbagi menjadi empat kelompok, yaitu:
1.
Kafir harbi, yaitu orang kafir yang memerangi
dan diperangi.
2. Kafir Dzimi,
yaitu orang kafir yang tunduk pada penguasa islam dan membayar jizyah [upeti]
3. Kafir Muahad,
yaitu orang kafir yang tinggal di Negara kafir, yang ada perjanjian damai
dengan Negara islam.
4. Kafir
Musta’man, yaitu orang kafir yang masuk ke Negara islam,dan mendapatkan jaminan
keamanan dari pemerintah.
Dari keempat macam orang kafir tersebut, hanya
kafir harbi yang boleh diperangi.
Islam Dhohir
Hukum
ke-Islam-an seorang dilihat dari penampakan lahirnya. Adapun hakikatnya Allah
yang lebih tahu. Adakalanya seseorang dari sisi lahirnya adalah Islam namun
batinnya kafir. Kekafiran yang ada pada orang muslim ada dua bentuk yaitu,
kufur ridah dan kufur nifak. Kufur ridah terjadi pada orang muslim yang
menampakkan kekafiran, sedangkan kufur nifak terjadi pada orang muslim yang
menyembunyikan kekafiran.
Hadits Ke-9
Dari
Abu Hurairoh ’Abdurrohman bin Shakhr rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku
pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda: ” Apa saja
yang aku larang bagi kamu hendaklah kamu jauhi, dan apa saja yang aku
perintahkan kepadamu maka lakukanlah sesuai kemampuanmu. Sesungguhnya
kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena mereka banyak bertanya dan
menyelisihi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh).” (HR.
Bukhori dan Muslim)
Perintah dan
Larangan
Pada
dasarnya syariát Islam adalah berupa perintah. Oleh karena itu, larangan yang
ada jumlahnya sedikit. Semua yang diperintahkan akan membawa kebaikan bagi
pelakunya, meski tidak berniat karena Allah. Dan semua yang dilarang membawa
kejelekan bagi pelakunya. Dengan demikian manusia butuh kepada sesuatu yang
diperintahkan dan tidak butuh kepada sesuatu yang dilarang.
Perintah
dan larangan Allah terbagi dua, yaitu wajib dan sunnah. Jika perintah dan larangan
terkait dengan urusan ibadah maka perintah dan larangan tersebut hukumnya
wajib, dan jika terkait dengan urusan dunia maka hukumnya sunnah, kecuali ada
dalil yang memalingkan dari hukum asalnya.
Melaksanakan
perintah terikat dengan kemampuan, karena jumlahnya sangat banyak. Sedangkan
larangan jumlahnya sedikit dan tidak dibutuhkan, maka tidak terikat dengan
kemampuan. Melaksanakan perintah lebih mulia dibanding meninggalkan larangan,
demikian juga meninggalkan perintah lebih hina dibanding menerjang larangan.
Sebab Kehancuran
Dan Kebinasaan
Sebab
utama kehancuran umat adalah sekedar banyak bertanya dan menentang perintah
nabinya. Sikap yang benar adalah bertanya untuk diamalkan dan tunduk pada
perintah nabi. Maka orang yang sekedar banyak bertanya, bukti akan kelemahan
agamanya dan tidak wara’-nya. Diantara dampak jelek banyak bertanya adalah
timbulnya perpecahan.
Hadits Ke-10
Dari
Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, ia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda: “Sesungguhnya Alloh itu baik, tidak mau menerima
sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Alloh telah memerintahkan kepada
orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rosul,
Alloh berfirman, “Wahai para Rosul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan
kerjakanlah amal sholih” (QS Al Mukminun: 51). Dan Dia berfirman: “Wahai
orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami
berikan kepadamu” (QS Al Baqoroh: 172). Kemudian beliau menceritakan kisah
seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu.
Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: ”Wahai Robbku, wahai
Robbku”, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan
(perutnya) dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin orang
seperti ini dikabulkan do’anya.” (HR. Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits
ini merupakan salah satu ashlud din (pokok agama), di mana kebanyakan hukum
syariat berporos pada hadits tersebut.
Alloh Itu Thoyyib
Tidak Menerima Kecuali Yang Thoyyib
Thoyyib
adalah suci, tidak ada kekurangan dan cela. Demikian juga Alloh, Dia itu
thoyyib. Dia suci, tidak ada kekurangan dan cela pada diri-Nya. Dia sempurna
dalam seluruh sisi.
Alloh tidak menerima sesuatu kecuali yang thoyyib. Thoyyib dalam aqidah, thoyyib dalam perkataan dan thoyyib dalam perbuatan. Tidak menerima artinya tidak ridho, atau tidak memberi pahala. Dan ketidakridhoan Alloh terhadap sebuah amal biasanya melazimkan tidak memberi pahala pada amalan tersebut.
Pengaruh Makanan
Yang ThoyyibAlloh tidak menerima sesuatu kecuali yang thoyyib. Thoyyib dalam aqidah, thoyyib dalam perkataan dan thoyyib dalam perbuatan. Tidak menerima artinya tidak ridho, atau tidak memberi pahala. Dan ketidakridhoan Alloh terhadap sebuah amal biasanya melazimkan tidak memberi pahala pada amalan tersebut.
Mengonsumsi
sesuatu yang thoyyib merupakan karakteristik para rasul dan kaum mukminin.
Makanan yang thoyyib sangat berpengaruh terhadap kebagusan ibadah, terkabulnya
doa dan diterimanya amal.
Sebab-Sebab
Terkabulnya Doa
1. Musafir.
2. Berpenampilan
hina.
3. Mengangkat
kedua tangan.
4. Mengulang-ulang
doa.
5. Menyebut
Rububiyah Alloh.
6. Mengonsumsi
yang halal.
Sifat mengangkat tangan
dalam doa:
1. Mengisyaratkan
dengan telunjuk, yaitu bagi khatib tatkala berdoa di atas mimbar.
2. Mengangkat
tangan tinggi-tinggi, yaitu ketika doa istisqo’.
Adapun
secara umum dengan menengadahkan kedua telapak tangan di depan dada seperti
seorang pengemis yang sedang meminta-minta
Hadits Ke-11
Dari
Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abu Tholib, cucu Rosululloh sholallahu
‘alaihi wa sallam dan kesayangan beliau rodhiallohu ‘anhuma, dia berkata: ”Aku
telah hafal (sabda) dari Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam: “Tinggalkanlah
sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu.” (HR.
Tirmidzi dan Nasa’i. Tirmidzi berkata: Ini adalah Hadits Hasan Shahih)
Kedudukan HaditsKedudukan hadits ini seperti kedudukan hadits ke enam (lihat hadits ke-6)
Tinggalkan Sesuatu Yang Meragukan
Sesuatu
yang meragukan adalah sesuatu yang membuat tidak tenang dan memunculkan rasa
khawatir, jikalau ternyata hal itu tidak boleh dilakukan. Jika kita menghadapi
kondisi demikian maka tinggalkanlah yang meragukan tersebut dan lakukan sesuatu
yang meyakinkan atau yang membuat tenang. Adalah termasuk perbuatan tercela
jika ada keraguan akan tetapi tetap dikerjakan.
Hadits Ke-12
Dari
Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang
ialah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadits hasan,
diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya)
Kedudukan HaditsHadits ini merupakan landasan dalam bab adab.
Kebagusan Islam Seseorang
Kebagusan
Islam seseorang bertingkat-tingkat. Cukuplah seseorang berpredikat bagus
Islamnya jika telah melaksanakan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Dan
puncak kebagusannya jika sampai derajat ihsan, yang tersebut dalam hadits
ke-dua. Besarnya pahala dan tingginya kemuliaan seseorang sesuai dengan kadar
kebagusan Islamnya.
Meninggalkan
Sesuatu Yang Tidak Penting
Sesuatu
yang penting adalah sesuatu yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Standar
manfaat diukur oleh syariat, karena sudah maklum bahwa yang diperintahkan oleh
syariat pasti membawa manfaat dan yang dilarang pasti menimbulkan mudhorot oleh
karena itu upaya untuk paham syariat adalah aktivitas yang sangat bermanfaat.
Menjadi kewajiban seseorang demi kebagusan Islamnya untuk meninggalkan semua
yang tidak penting karena semua aktivitas hamba akan dicatat dan celakalah
seseorang yang memenuhi catatannya dengan sesuatu yang tidak penting, termasuk
di dalamnya adalah semua bentuk kemaksiatan
Hadits Ke-13
Dari
Abu Hamzah Anas bin Malik rodhiallohu ‘anhu pelayan Rosululloh sholallahu
‘alaihi wa sallam, dari Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidaklah
sempurna keimanan salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai bagi
saudaranya (sesama muslim) segala sesuatu yang dia cintai bagi dirinya
sendiri.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Hakikat Penafian
Iman
Penafian
iman mencakup menafikan iman secara keseluruhan atau hanya menafikan
kesempurnaan imannya. Suatu amalan yang menyebabkan pelakunya dinafikan imannya
menunjukkan bahwa amalan tersebut merupakan amal kekafiran atau dosa besar.
Dalam hadits ini penafian iman yang dimaksud adalah penafian atas kesempurnaan
iman.
Mencintai Saudara
Muslim Laksana Mencintai Diri Sendiri
Seorang
muslim wajib merasa senang jika saudaranya memiliki agama yang baik. Dia senang
jika saudaranya memiliki aqidah yang benar, tutur kata yang bagus dan perbuatan
yang baik. Sebaliknya dia merasa benci jika keadaan saudaranya tersebut justru
sebaliknya.
Seorang muslim disunahkan untuk senang jika saudaranya mendapatkan kebaikan-kebaikan duniawi. Dia merasa senang jika saudaranya berharta, sejahtera, sehat, berkedudukan dan lain-lain dari kenikmatan duniawi, dan dia tidak senang jika saudaranya miskin, sengsara, dan menderita.
Mendahulukan
Kepentingan Saudara MuslimSeorang muslim disunahkan untuk senang jika saudaranya mendapatkan kebaikan-kebaikan duniawi. Dia merasa senang jika saudaranya berharta, sejahtera, sehat, berkedudukan dan lain-lain dari kenikmatan duniawi, dan dia tidak senang jika saudaranya miskin, sengsara, dan menderita.
Jika
dalam urusan dunia, mendahulukan kepentingan saudaranya termaksud perbuatan
yang terpuji dan disunahkan, namun jika dalam urusan akhirat, mendahulukan
saudaranya termasuk perbuatan yang makruh.
Hadits Ke-14
Dari
Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali
karena salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina,
orang yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya
memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Hakikat Seorang Muslim
Seorang
muslim yang sesungguhnya adalah yang bersyahadatain dan menunaikan tauhid serta
melaksanakan konsekuensinya. Adapun yang sekedar mengaku muslim dengan
mengucapkan syahadatain namun melakukan syirik akbar atau bidáh mukafirah maka
hakikatnya bukan seorang muslim. Seorang muslim tidak boleh ditumpahkan
darahnya kecuali dengan alasan yang syar’i seperti tersebut dalam hadits.
Muslim Yang Halal
DarahnyaAda tiga sebab seorang muslim boleh ditumpahkan darahnya yaitu:
1. Zina ba’da
ihshonin, yaitu jika seorang muslim yang sudah pernah menikah secara syari
kemudian berzina maka dengan sebab itu halal darahnya, dengan cara dirajam.
2. Qishosh, yaitu
jika seorang muslim membunuh muslim yang lain dengan sengaja maka dengan sebab
itu halal darahnya dengan cara di-qishosh.
3. Meninggalkan
Agama, yaitu ada 2 pengertian:
a. murtad, artinya keluar dari agamanya dengan sebab melakukan kekafiran.
b. Meninggalkan jamaah, artinya meninggalkan jamaah yang telah bersatu di atas agama yang benar, dengan demikian ia telah meninggalkan agama yang benar. Termasuk makna meninggalkan jamaah adalah jika memberontak imam yang sah.
Pelaksana Eksekusia. murtad, artinya keluar dari agamanya dengan sebab melakukan kekafiran.
b. Meninggalkan jamaah, artinya meninggalkan jamaah yang telah bersatu di atas agama yang benar, dengan demikian ia telah meninggalkan agama yang benar. Termasuk makna meninggalkan jamaah adalah jika memberontak imam yang sah.
Seorang
muslim yang telah dihukumi halal darahnya eksekusinya ada di tangan penguasa
(imam) atau yang mewakilinya, jika di negaranya berlaku hukum Alloh. Apabila
berada di Negara yang tidak menerapkan hukum Alloh maka tak seorang pun berhak
mengeksekusi penumpahan darah. Untuk eksekusi yang tidak sampai penumpahan
darah, seperti cambuk, qishosh non-bunuh, maka boleh dilakukan oleh seorang
‘alim jika atas kemauan pelaku. Demikian pendapat sebagian ulama
Hadits Ke-15
Dari
Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, sesungguhnya Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari
akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. Dan barang siapa yang
beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan
tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat
hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Kedudukan HaditsHadits ini merupakan hadits yang penting dalam bidang adab. Makna hadits ini telah tercakup di dalam hadits ke-12.
Hak Alloh Dan Hak Hamba
Pada
hadits di atas menunjukkan ada 2 hak yang harus ditunaikan, yaitu hak Alloh dan
hak hamba. Penunaian hak Alloh porosnya ada pada senantiasa merasa diawasi oleh
Alloh. Di antara hak Alloh yang paling berat untuk ditunaikan adalah penjagaan
lisan. Adapun penunaian hak hamba, yaitu dengan memuliakan orang lain.
Menjaga Lisan
Menjaga
lisan bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan berkata baik atau kalau tidak
mampu maka diam. Dengan demikian diam kedudukannya lebih rendah dari pada
berkata baik, namun masih lebih baik dibandingkan dengan berkata yang tidak
baik.
Berkata
baik terkait dengan 3 hal, seperti tersebut dalam surat An-Nisa’: 114, yaitu
perintah bershadaqoh, perintah kepada yang makruf atau berkata yang membawa
perbaikan pada manusia. Perkataan yang di luar ketiga hal tersebut bukan
termasuk kebaikan, namun hanya sesuatu yang mubah atau bahkan suatu kejelekan.
Pada menjaga lisan ada isyarat menjaga seluruh anggota badan yang lain, karena
menjaga lisan adalah yang paling berat.
Memuliakan Orang
Lain
Memuliakan
berarti melakukan tindakan yang terpuji yang bisa mendatangkan kemuliaan bagi
pelakunya. Dengan demikian memuliakan orang lain adalah melakukan tindakan yang
terpuji terkait dengan tuntutan orang lain.
Batasan Tetangga
Dan Tamu
Tetangga
menurut syariat adalah sesuai dengan pengertian adat, artinya kapan secara adat
dinilai sebagai tetangga maka dinilai sebagai tetangga juga oleh syariat.
Kaidah menyatakan semua istilah yang ada dalam syariat dan tidak ada batasannya
secara syariat dan bahasa maka pengertiannya dikembalikan kepada adat.
Batasan
tamu yang wajib diterima dan dilayani adalah jika dia tidak memiliki kemampuan
untuk mencari tempat untuk tinggal atau untuk makan. Jika mampu maka hukumnya
sunnah. Adapun batasan lamanya adalah 1 hari 1 malam, sempurnanya 3 hari 3
malam
Hadits Ke-16
Dari
Abu Hurairah rodhiallohu ‘anhu, ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi
sholallahu ‘alaihi wa sallam, “Berilah aku wasiat.” Rosululloh
sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan marah!” Dia bertanya
berulang-ulang dan tetap dijawab, “Jangan Marah!” (HR Bukhori)
Kedudukan HaditsHadits ini berisi tentang adab yang sangat penting.
Rahasia Di balik Jawaban Rasulullah
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam berulang kali diminta wasiat atau nasihatnya oleh para sahabat. Jawaban yang diberikan oleh Rasulullah berbeda-beda. Rahasia perbedaan jawaban tersebut menurut ulama ada 2, yaitu:
1. Disesuaikan
dengan keadaan orang yang bertanya. Artinya jawaban Rasulullah sholallahu
‘alaihi wa sallam adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh orang yang
bertanya terkait dengan keadaannya.
2. Demi beragamnya
wasiat yang sampai kepada umat. Maksudnya karena setiap wasiat Rasulullah
sholallahu ‘alaihi wa sallam pasti akan ditularkan kepada yang lain, maka
Rasulullah meragamkan jawaban.
Jangan MarahPerintah Rasulullah untuk tidak marah mengandung 2 penafsiran, yaitu:
1. Maksudnya
tahanlah marah, yaitu ketika ada sesuatu yang membuat marah maka berusahalah
untuk tidak melampiaskan kemarahannya.
2. Menghindarkan
diri dari sebab-sebab yang mendatangkan kemarahan.
Terapi Ketika
Menghadapi KemarahanAda beberapa cara untuk terhindar dari melampiaskan kemarahan, di antaranya:
1. Duduk, jika
ketika marah dia dalam keadaan berdiri.
2. Mengucapkan
kata-kata yang baik.
3. Berwudhu.
Hadits Ke-17
Dari
Abu Ya’la Syaddad bin Aus rodhiallohu ‘anhu, Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda, “Sesungguhnya Alloh mewajibkan (kalian) berbuat
baik terhadap segala sesuatu, maka bila kalian hendak membunuh orang (dalam
peperangan ataupun yang lainnya), bunuhlah dengan cara yang baik, dan bila kamu
menyembelih (binatang), maka sembelihlah dengan cara yang baik, hendaklah kalian
menajamkan pisau dan memperlakukan hewan sembelihan dengan lembut.” (HR
Muslim)
AL-IHSAN
Al-Ihsan
adalah menjadikan sesuatu menjadi baik. Dengan demikian, hakikat ihsan
berbeda-beda sesuai dengan perbedaan konteks pembicaraannya. Apabila dalam
konteks pembicaraan ibadah maka hakikat ihsan dalam ibadah seperti telah
dijelaskan pada hadits ke-2. Apabila dalam konteks pembicaraan muamalah dengan
sesama maka hakikat ihsan adalah menunaikan hak-hak sesama dan tidak
menzholiminya. Karena wujud sesama berbeda-beda, maka bentuk ihsannya pun
berbeda-beda sesuai dengan keadaannya masing-masing.
Syariat
mewajibkan untuk berbuat ihsan dalam segala hal. Pengambilan hukum wajib
tersebut diambil dari kata kitaabah. Ulama ushul menyatakan bahwa kata kitaabah
dan derivasinya menunjukkan makna wajib.
Tata Cara
Menyembelih Yang Memenuhi Kriteria Ihsan
Ihsan
dalam menyembelih adalah mencari cara terbaik agar sembelihan cepat mati tanpa
menderita kesakitan. Hal itu bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Menajamkan
pisau.
2. Mempercepat
jalannya pisau.
3. Memegang
sembelihan dengan benar.
4. Ahli
menggunakan pisau.
5. Tidak di
hadapan binatang lain.
Demikianlah
Islam memerintah berbuat ihsan kepada binatang dan menunjukkan contoh
prakteknya. Maka ihsan kepada yang lebih mulia kedudukannya dari pada binatang
tentu lebih diperintahkan dan lebih dijelaskan contohnya. Oleh karena itu
tuntutlah ilmu sebanyak-banyaknya tentang ihsan kepada Alloh, kepada sesama
makhluk baik yang berakal atau tidak berakal. Sungguh rahmat Alloh dekat dengan
muhsiniin
Hadits Ke-18
Dari
Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Mu’adz bin Jabal rodhiallohu
‘anhu, bahwa Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Bertakwalah
kamu kepada Alloh di mana pun kamu berada, iringilah kesalahanmu dengan
kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya dan pergaulilah semua manusia dengan
budi pekerti yang baik.” (HR Tirmidzi. Ia berkata, “Hadits ini hasan.
Dalam naskah lainnya dikatakan, hadits ini hasan shohih)
TAKWALLOH
Makna
takwalloh (takwa kepada Alloh) adalah membuat perisai antara dirinya dengan
azab dan murka Alloh, baik di dunia ataupun di akhirat. Dan perisai yang paling
asasi adalah menegakkan tauhidulloh.
Perintah untuk bertakwa
ditujukan kepada 3 sasaran, yaitu:
1. Ditujukan
kepada seluruh manusia, maka takwa di sini maknanya adalah menunaikan tauhid
dan membersihkan dari syirik.
2. Ditujukan
kepada kaum mukminin, maka takwa di sini maknanya adalah melaksanakan ketaatan
kepada Alloh berdasarkan petunjuk Alloh dan meninggalkan kemaksiatan kepada
Alloh berdasarkan petunjuk Alloh.
3. Ditujukan
kepada seseorang yang sudah bertakwa, maka perintah takwa di sini maknanya
adalah perintah untuk melestarikan ketakwaannya.
Ruang
lingkup Takwalloh meliputi seluruh tempat dan waktu, artinya di manapun dan
kapan pun berada serta dalam kondisi apapun terkena kewajiban takwalloh. Dengan
demikian, sifat takwalloh berbeda-beda sesuai dengan tempat, waktu dan
keadaannya.
Kebajikan Menghapus
Keburukan
Kebajikan
adalah sesuatu yang mendatangkan pahala, dan keburukan adalah sesuatu yang
mendatangkan dosa atau siksa. Kebajikan yang dapat menghapus keburukan ada 2
tingkatan, yaitu:
1.
Melakukan kebajikan dengan niat untuk menghapus keburukan. Jika
melakukan kebajikan dengan niat menghapus keburukan maka sudah terkandung di
dalamnya penyesalan dan taubat atas kejelekannya.
2.
Melakukan kebajikan tanpa adanya niat menghapus keburukan. Kebajikan
seperti ini secara umum akan menghapuskan kejelekannya sesuai dengan kadarnya
masing-masing. Derajat yang ke-2 ini lebih rendah dibanding derajat yang
pertama.
HUSNUL KHULUQ
Husnul
Khuluq adalah banyak berderma, tidak menyakiti dan berwajah ceria. Inilah
tafsir Husnul Khuluq kepada sesama manusia. Seseorang mendapatkan Husnul Khuluq
secara thobi’í atau hasil usaha. Seseorang yang melakukan Husnul Khuluq sebagai
hasil dari jerih payahnya lebih besar pahalanya dibanding dengan yang melakukan
karena sudah tabiatnya. Karena kaidah menyatakan, “Jika sesuatu diwajibkan oleh
syariat maka yang lebih mendapatkan kesulitan dalam pelaksanaannya lebih besar
pahalanya. Berbeda dengan apabila sesuatu itu disunahkan, maka tidak secara
otomatis yang lebih mendapatkan kesulitan lebih besar pahalanya.”
Hadits Ke-19
Dari
Abul Abbas Abdulloh bin Abbas rodhiallohu ‘anhuma beliau berkata: Suatu hari
aku berada di belakang Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam Lalu beliau bersabda ,
“Nak, aku akan ajarkan kepadamu beberapa patah kata: Jagalah Alloh,
Niscaya Dia akan senantiasa menjagamu. Bila engkau meminta sesuatu, mintalah
kepada Alloh, dan bila engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada
Alloh. Ketahuilah, jika semua umat manusia bersatu padu untuk memberikan suatu
kebaikan kepadamu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan
sesuatu yang telah ditulis oleh Alloh bagimu, dan jika semua umat manusia
bersatu padu untuk mencelakakanmu, niscaya mereka tidak dapat mencelakakanmu
kecuali dengan sesuatu yang telah ditulis oleh Alloh bagimu. Pena telah
diangkat dan catatan-catatan telah mengering.” (HR Tirmidzi Dia berkata
, “Hadits ini hasan shohih”)
Dalam
riwayat selain Tirmidzi dengan redaksi: “Jagalah Alloh, niscaya engkau
akan senantiasa mendapati-Nya di hadapanmu. Kenalilah Alloh di waktu lapang
niscaya Dia akan mengenalimu saat kesulitan, ketahuilah bahwa apa yang
ditetapkan luput darimu tidak akan pernah menimpamu dan apa yang telah
ditetapkan menimpamu tidak akan pernah luput darimu. Ketahuilah bahwa
kemenangan itu selalu mengiringi kesabaran, jalan keluar selalu mengiringi
cobaan dan kemudahan itu selalu mengiringi kesusahan.”
Kedudukan Hadits
Hadits
ini sangat agung karena memuat wasiat Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam
yang sangat penting.
Menjaga Alloh
Menjaga
Alloh adalah dengan cara menjaga hak-hakNya. Hak-hak Alloh ada dua macam, yaitu
hak-hak yang wajib dan hak-hak yang sunnah. Dengan menunaikan kewajiban, dan
memelihara sunnah berarti telah menjaga Alloh. Menjaga Alloh dalam batasan yang
wajib yaitu menegakan tauhid, dengan cara melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan. Lebih dari itu adalah sunnah. Manusia berbeda-beda derajatnya dalam
menjaga Alloh.
Penjagaan AllohPenjagaan Alloh terhadap manusia terwujud dalam dua bentuk, yaitu:
1.
Menjaga urusan dunianya, dalam bentuk menyehatkan badanya, melapangkan
rezekinya, menjaga anak dan istrinya, dan lain-lain.
2.
Menjaga urusan agamanya. Poin ini lebih penting dan lebih bernilai dari
pada poin sebelumnya. Bentuk penjagaannya berupa: hatinya bersih dari kotoran
syubhat, senantiasa terikat dengan Alloh, penuh rasa harap kepada-Nya,
senantiasa bertaubat kepada-Nya, dan anggota badanya terbebas dari
memperturutkan hawa nafsu.
Melalaikan menjaga Alloh
dapat berakibat hilangnya penjagaan Alloh terhadap dirinya.Hanya Meminta Kepada Alloh
Hukum meminta hanya kepada Alloh ada dua macam:
1.
Wajib, yaitu meminta sesuatu yang tidak bisa melakukannya kecuali Alloh.
Inilah tauhid dalam meminta di mana jika dipalingkan kepada selain Alloh
hukumnya syirik.
2.
Sunnah, yaitu dalam hal yang manusia mampu untuk melakukannya dan dia
mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.
TAWAKAL
Makna
tawakal kepada Alloh adalah mengambil sebab yang diperintahkan kemudian
menyerahkan urusannya kepada-Nya. Tawakal kepada Alloh merupakan wujud keimanan
yang sangat penting, bahkan merupakan wujud keimanan para nabi. Dan tawakal
kepada makhluk adalah perbuatan yang sangat tercela. Sekalipun makhluk mampu
untuk melakukan apa yang kita inginkan, kita tidak boleh bertawakal kepadanya.
Sabar Dan Ridho
Sabar,
khususnya ketika mendapatkan kesulitan adalah menjaga hati dari menggerutu,
menjaga lisan dari berkeluh kesah dan menjaga diri dari perbuatan yang
terlarang. Ketika tertimpa musibah, di samping wajib untuk bersabar, juga
disunahkan untuk ridho bahkan jika mampu, bersyukur.
Ridho
terhadap musibah adalah yakin bahwa akibat dari musibah tersebut baik baginya,
maka tak ada perasaan seandainya musibah tersebut tidak datang. Adapun ridho
yang hukumnya wajib yaitu ridho terhadap perbuatan Alloh yang telah
mendatangkan musibah. Dengan demikian terkait dengan musibah ada dua bentuk
keridhoan, yaitu:
1. Ridho terhadap
perbuatan Alloh, hukumnya wajib.
2. Ridho terhadap
musibah itu sendiri, hukumnya sunnah.
Hadits Ke-20
Dari
Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al-Anshari Al-Badri rodhiyallohu ‘anhu Dia berkata:
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Sesungguhnya
sebagian ajaran yang masih dikenal umat manusia dari perkataan para nabi
terdahulu adalah: ‘Bila kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu.” (HR
Bukhari)
Malu, Ajaran Para
Nabi Yang Tak Pernah Sirna
Ajaran
para nabi, sejak nabi pertama hingga nabi terakhir, ada yang sudah sirna dan
ada yang tidak. Di antara ajaran yang tidak pernah sirna adalah rasa malu. Hal
ini menunjukkan bahwa rasa malu memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam
agama. Oleh karena itu harus mendapat perhatian yang mendalam.
Jika Tak Punya Rasa
Malu Berbuatlah Sesukamu!
Ulama
berbeda pendapat dalam memahami sabda Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam: “berbuatlah
sesukamu”, sebagian memahami sebagai perintah dan sebagian yang lain
memahami bukan sebagai perintah. Ulama yang memahami sebagai perintah,
menjelaskan bahwa jika sesuatu yang hendak diperbuat tidak mendatangkan rasa
malu maka lakukanlah sesuai dengan yang diinginkan. Dan ulama yang memahami
bukan sebagai perintah, ada dua penjelasan yaitu:
1.
Maknanya sebagai ancaman. Ancaman bagi yang tidak memiliki rasa malu
yang berbuat memperturutkan hawa nafsunya.
2.
Maknanya sebagai berita. Memberitakan barang siapa yang tidak memiliki
rasa malu pasti akan berbuat sesuka hatinya.
3.
Semua pendapat di atas memiliki kemungkinan benar.
Hadits Ke-21
Dari
Abu Amr - ada yang mengatakan Abu Amrah - Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi
rodhiallohu ‘anhu. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, Katakanlah kepadaku
suatu perkataan tentang Islam, yang tidak mungkin aku tanyakan kepada siapa pun
selain kepadamu.” Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”
Katakanlah: “Aku beriman kepada Alloh, lalu istiqomahlah.” (HR Muslim)[1]
Kedudukan HaditsHadits ini berisi wasiat yang sangat mungkin mencakup seluruh urusan dien.
Al-Iman Billah
Iman kepada Alloh sudah dijelaskan pada hadits ke-dua.
AL ISTIQOMAH
Istiqomah
adalah teguh dan terus menerus di atas agama, yaitu senantiasa taat pada Alloh
dan menjauhi segala yang mendatangkan murka Alloh. Istiqomah meliputi urusan
zhohir dan batin, yaitu amalan jawarih (anggota badan) dan amalan hati.
Hadits Ke-22
Dari
Abu Abdillah Jabir bin Abdullah Al-Anshori rodhiallohu ‘anhu. Bahwa seorang
laki-laki bertanya kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam, “Apa
pendapatmu bila aku telah sholat lima waktu, berpuasa Ramadhan, aku
menghalalkan yang halal, dan mengharamkan yang haram, dan aku tidak menambah
amalan selain itu, apakah aku akan masuk surga?” Nabi menjawab, “Ya”
(HR Muslim)
Masuk SurgaApabila sebuah amalan dikatakan bahwa pelakunya masuk surga maka maksudnya:
1.
Amalan tersebut merupakan sebab masuknya dia ke surga setelah memenuhi
seluruh syarat dan ternafikanya seluruh mawani’ (penghalang).
2.
Melakukan amal tersebut dengan dilandasi tauhid.
Masuk surga ada dua makna,
yaitu:
·
Langsung masuk surga tanpa masuk neraka sama
sekali.
·
Masuk surga setelah sebelumnya masuk neraka.
Tidak masuk surga ada dua
makna, yaitu:
·
Tidak masuk surga sama sekali.
·
Tidak langsung masuk surga.
Menghalalkan Yang
Halal Dan Mengharamkan Yang Haram
Menghalalkan
yang halal maknanya adalah, meyakini halalnya semua yang dihalalkan Alloh.
Termasuk yang dihalalkan Alloh semua yang diwajibkan, yang disunahkan dan yang
mubah. Mengharamkan yang haram maknanya adalah, meyakini haramnya semua yang
diharamkan Alloh dan meninggalkannya. Dengan demikian barang siapa menghalalkan
yang halal dan mengharamkan yang haram dengan makna seperti tersebut di atas,
dan konsekuen pasti masuk surga.
Hadits Ke-23
Dari
Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy’ari radhiyallaahu ‘anhu, Dia berkata:
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Bersuci adalah
separuh dari keimanan, ucapan ‘Alhamdulillah’ akan memenuhi timbangan,
‘subhanalloh walhamdulillah’ akan memenuhi ruangan langit dan bumi, sholat
adalah cahaya, dan sedekah itu merupakan bukti, kesabaran itu merupakan sinar,
dan Al Quran itu merupakan hujjah yang akan membela atau menuntutmu. Setiap
jiwa manusia melakukan amal untuk menjual dirinya, maka sebagian mereka ada
yang membebaskannya (dari siksa Alloh) dan sebagian lain ada yang
menjerumuskannya (dalam siksa-Nya).” (HR Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits
ini sangat agung karena kata-katanya sangat menyentuh jiwa. Jiwa yang sehat
pasti akan tersentuh dengan hadits ini dan lahirlah ketaatan.
Bersuci Adalah
Separuh Iman
Ulama
berbeda pendapat tentang makna bersuci merupakan separuh iman. Dua pendapat
yang paling masyhur adalah:
1.
Bersuci diartikan dengan bersuci dari najis maknawi, yaitu dosa-dosa,
baik dosa batin maupun dosa lahir. Karena iman ada dua bentuk, yaitu
meninggalkan dan melakukan, maka tatkala sudah meninggalkan dosa-dosa berarti
sudah memenuhi separuh iman.
2.
Bersuci diartikan dengan bersuci dengan air. Bersuci dengan air ada dua
macam, yaitu bersuci dari hadats kecil dan hadats besar. Bila bersuci diartikan
dengan suci dari hadats kecil dan hadats besar maka yang dimaksud dengan iman
adalah sholat. Jadi bersuci itu separuh dari sholat. Sholat dikatakan sebagai
iman karena merupakan pokok amalan iman.
“Alhamdulillah”
Memenuhi Timbangan“Alhamdulillah” adalah pujian bagi Alloh atas seluruh kesempurnaan-Nya. Alloh terpuji dalam lima hal sebagai berikut :
1. Terpuji karena
kesempurnaan rububiyah-Nya.
2. Terpuji karena
kesempurnaan uluhiyah-Nya.
3. Terpuji karena
kesempurnaan asma dan sifat-Nya.
4. Terpuji karena
kesempurnaan takdir-Nya.
5. Terpuji karena
kesempurnaan syariat-Nya.
“Alhamdulillah” memenuhi
timbangan dapat diartikan dengan dua penafsiran yaitu :
1.
Amalan yang lainnya diletakkan dalam timbangan terlebih dahulu kemudian
“alhamdulillah”, maka penuhlah timbangan.
2.
”Alhamdulillah” sebagai pasangan dari “subhanalloh”. Agama sempurna
dengan dua hal, itsbat dan tanzih. “Alhamdulillah” merupakan itsbat dan
“subhanalloh” merupakan tanzih. Maka jika “subhanAlloh” diletakkan dalam
timbangan kemudian baru “alhamdulillah” penuhlah timbangan.
Sholat Sebagai Nur,
Shodaqoh Sebagai Burhan dan Sabar Sebagai Dhiya
Nur
adalah cahaya yang tidak memancarkan sinar. Burhan adalah cahaya yang
memancarkan sinar namun tidak menyengat. Dhiya’ adalah cahaya yang memancarkan
sinar yang menyengat, dan membakar.
Sholat
dikatakan sebagai nur karena di dalamnya terdapat ketenangan. Shodaqoh
dikatakan sebagai burhan, karena di dalamnya terdapat keberatan. Sabar
dikatakan sebagai dhiya’ karena di dalamnya terdapat keberatan yang sangat.
Hadits Ke-24
Dari
Abu Dzar Al-Ghifari rodhiallohu ‘anhu dari Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda meriwayatkan firman Alloh ‘azza wa jalla, bahwa Dia berfirman, “Wahai
hamba-hambaku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku
mengharamkannya pula atas kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi. Wahai
hamba-hambaKu, kalian semua tersesat, kecuali orang yang Aku beri hidayah, maka
mintalah hidayah itu kepada-Ku, niscaya kuberikan hidayah itu kepadamu. Wahai hamba-hambaKu,
sesungguhnya kalian lapar, kecuali orang-orang yang aku beri makan, maka
mintalah makan kepada-Ku, niscaya Aku berikan makanan itu kepadamu. Wahai
hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian adalah orang-orang tidak berpakaian, kecuali
orang-orang yang telah Kuberi pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya
Aku berikan pakaian itu kepadamu. Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian
senantiasa berbuat dosa di malam dan siang hari sedangkan Aku akan mengampuni
semua dosa, maka mintalah ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni kalian semua.
Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian tidak dapat mendatangkan kemanfaatan
bagi-Ku sehingga tidak sedikit pun kalian bermanfaat bagi-Ku. Wahai
hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian semua tidak akan dapat mendatangkan bahaya
bagi-Ku sehingga tidak sedikit pun kalian dapat membahayakan-Ku. Wahai
hamba-hambaKu, andaikan kalian semua dari yang awal sampai yang terakhir, baik
dari bangsa manusia maupun jin, semuanya bertakwa dengan ketakwaan orang yang
paling takwa di antara kalian, hal itu tidak menambah sedikit pun dalam
Kerajaan-Ku. Wahai hamba-hambaKu, andaikan kalian semua dari yang awal sampai
yang terakhir, baik dari bangsa manusia maupun bangsa jin, berdiri di atas satu
dataran lalu meminta apa pun kepada-Ku, lalu aku penuhi semua permintaan
mereka, hal itu sedikit pun tidak mengurangi kekayaan yang Aku miliki, hanya
seperti berkurangnya air samudra ketika dimasuki sebatang jarum jahit (kemudian
diangkat). Wahai hamba-hambaKu, semua itu perbuatan kalian yang Aku hitungkan
untuk kalian, kemudian Aku membalasnya kepada kalian. Maka barang siapa
mendapatkan kebaikan, hendaklah ia memuji Alloh, dan barang siapa mendapatkan
selain itu, hendaklah ia tidak mencela kecuali dirinya sendirinya.”
(HR. Muslim)
HADITS QUDSI
Hadits
Qudsi adalah firman Alloh yang disampaikan oleh Nabi sholallahu ‘alaihi wa
sallam yang bukan Al Quran. Ulama berbeda pendapat tentang lafaz hadits Qudsi,
sebagian berpendapat lafaznya dari Alloh, sebagian yang lain berpendapat
maknanya dari Alloh, adapun lafaznya dari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa
sallam
KEZALIMAN
Kezaliman
adalah meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Kezaliman ada dua martabat,
yaitu menzalimi diri sendiri, dan menzalimi orang lain. Menzalimi diri sendiri
ada dua bentuk yaitu syirik, dan perbuatan dosa atau maksiat. Menzalimi orang
lain adalah menyia-siakan atau tidak menunaikan hak orang lain yang wajib
ditunaikan.
HIDAYAH
Hidayah
ada dua macam yaitu Hidayatul Irsyad dan Hidayatut Taufiq. Hidayatul Irsyad
adalah ilmu dan penjelasan. Hidayatut Taufiq adalah amal terhadap ilmu atau
ittiba’.
Hadits Ke-25
Dari
Abu Dzar rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Ada sekelompok sahabat Rasulullah
melapor, “Wahai Rasulullah orang-orang kaya telah memborong pahala.
Mereka sholat sebagaimana kami sholat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa,
namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Beliau bersabda, “Bukankah
Alloh telah menjadikan bagi kalian apa-apa yang dapat kalian sedekahkan?
Sesungguhnya pada setiap tasbih ada sedekah, pada setiap tahmid ada sedekah dan
pada setiap tahlil ada sedekah, menyuruh kebaikan adalah sedekah, melarang
kemungkaran adalah sedekah, dan mendatangi istrimu juga sedekah.” Mereka
bertanya. “Wahai Rasulullah, apakah jika seseorang memenuhi kebutuhan
syahwatnya itu pun mendatangkan pahala?” Beliau bersabda, “Apa
pendapatmu, bila ia menempatkan pada tempat yang haram, bukankah ia berdosa?
Demikian pula bila ia menempatkan pada tempat yang halal, ia akan mendapatkan
pahala.” (HR. Muslim)
SHODAQOH
Shodaqoh
adalah memberikan kebaikan kepada diri sendiri atau kepada orang lain. Dengan
demikian shodaqoh maknanya luas mencakup seluruh kebaikan, berupa perkataan
atau perbuatan.
PAHALA MENUNAIKAN
SYAHWAT
Ulama
berbeda pendapat, apakah pahala menunaikan syahwat pada istri diperoleh tanpa
niat, atau harus dengan niat. Jumhur ulama berpendapat, harus disertai niat
meninggalkan hal-hal yang haram, mencukupkan diri dengan yang mubah berdasar
kaidah hadits pertama
Hadits Ke-26
Dari
Abu Hurairah rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Setiap ruas tulang manusia harus disedekahi setiap hari
selagi matahari masih terbit. Mendamaikan dua orang (yang berselisih) adalah
sedekah, menolong orang hingga ia dapat naik kendaraan atau mengangkatkan barang
bawaan ke atas kendaraannya merupakan sedekah, kata-kata yang baik adalah
sedekah, setiap langkah kaki yang engkau ayunkan menuju ke masjid adalah
sedekah dan menyingkirkan aral (rintangan, ranting, paku, kayu, atau sesuatu
yang mengganggu) dari jalan juga merupakan sedekah.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
MENSYUKURI NIKMAT
Hadits
ini sebagai perincian dari hadits ke-dua puluh lima. Bershodaqoh adalah wujud
dari mensyukuri nikmat. Seluruh anggota badan harus menunaikan syukur.
Mensyukuri
nikmat ada dua macam, wajib dan sunnah. Syukur yang wajib yaitu setiap hari
menggunakan seluruh anggota badan untuk menunaikan kewajiban, dan tidak
digunakan untuk yang haram. Syukur yang sunnah yaitu melaksanakan hal-hal yang
sunnah setelah yang wajib. Syukur yang sunnah bisa diwakili hanya dengan
mengerjakan sholat dhuha dua rakaat.
Hadits Ke-27
Dari
Nawas bin Sam’an rodhiallohu ‘anhu bahwa Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Kebajikan itu adalah budi pekerti yang baik, dan dosa itu
adalah segala sesuatu yang menggelisahkan perasaanmu dan yang engkau tidak suka
bila dilihat orang lain.” (HR. Muslim)
Dan
dari Wabishah bin Ma’bad rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Aku datang kepada
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apakah engkau datang
untuk bertanya tentang kebajikan?” Aku berkata,” Ya.” Beliau bersabda,
“Bertanyalah kepada hatimu. Kebajikan adalah apa yang menjadikan tenang jiwa
dan hati, sedangkan dosa adalah apa yang menggelisahkan jiwa dan menimbulkan
keraguan dalam hati, meskipun orang-orang terus membenarkanmu.” (Hadits
hasan yang kami riwayatkan dari Musnad Imam Ahmad bin Hambal dan Musnad Imam
Ad-Darimi dengan sanad hasan)
AL-BIRR ADALAH
HUSNUL KHULUQ
Al-Birr
ada dua macam yaitu Al-Birr terkait dengan Alloh, dan Al-Birr terkait dengan
sesama. Al-Birr terkait dengan Alloh adalah beriman kepada-Nya, melaksanakan
perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Al-Birr terkait dengan sesama adalah
husnul khuluq yaitu banyak berderma dan tidak mengganggu kepada sesama.
DOSA
Dosa
adalah sesuatu yang membuat bimbang di hati dan tidak suka jika diketahui orang
lain. Kebimbangan yang ada dalam hati ada tiga keadaan yaitu:
1.
Ragu untuk mengerjakan sesuatu yang sudah jelas dalilnya, maka tercela.
2.
Ragu yang disebabkan karena perbedaan ulama, tetapi salah satunya sudah
jelas. Jika ragu untuk mengerjakan yang sudah jelas tersebut maka tercela.
Ragu
yang disebabkan karena perbedaan ulama, dan sulit untuk menentukan yang lebih
benar. Jika meninggalkan amal yang disebabkan karena ragu seperti ini, maka
tidak tercela.
Hadits Ke-28
Dari
Abu Najih ’Irbadh bin Sariyah rodhiallohu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah
sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasihati kami dengan nasihat yang
menggetarkan hati dan mencucurkan air mata. Kami bertanya, “Wahai Rasulullah,
seperti ini adalah nasihat perpisahan, karena itu berilah kami nasihat”. Beliau
bersabda, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk tetap menjaga ketakwaan kepada
Alloh ‘azza wa jalla, tunduk taat (kepada pemimpin) meskipun kalian dipimpin
oleh seorang budak Habsyi. Karena orang-orang yang hidup sesudahku akan melihat
berbagai perselisihan, hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunnah Khulafaur
Rasyidin yang diberi petunjuk (Alloh). Peganglah kuat-kuat sunnah itu dengan
gigi geraham dan jauhilah ajaran-ajaran yang baru (dalam agama) karena semua
bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, ia berkata, “Hadits
ini hasan shahih”)
MENDENGAR DAN TAAT
Mendengar
dan taat sama dengan bai’at. Bai’at kepada penguasa muslim yang sah hukumnya
wajib. Kewajiban di sini selama bukan dalam kemaksiatan. Yaitu dalam hal-hal
yang mubah. Karena kalau imam memerintahkan sesuatu yang wajib maka hakikatnya
adalah mendengar dan taat kepada Alloh. Dengan demikian perintah imam terbagi
dalam tiga bentuk yaitu:
1.
Perintah tersebut merupakan kewajiban syar’i, maka ketaatan di sini
merupakan ketaatan kepada Alloh.
2.
Perintah tersebut sesuatu yang mubah maka wajib ditaati karena ini
merupakan haknya.
3.
Perintah tersebut merupakan kemaksiatan maka tidak boleh ditaati.
TERBENTUKNYA
KEPEMIMPINAN DALAM ISLAMSeorang menjabat sebagai pemimpin Islam diperoleh dengan dua cara:
1.
Hasil pilihan, yaitu dipilih oleh pemimpin sebelumnya atau oleh
perwakilan umat.
2.
Hasil kudeta, yaitu menjadi pemimpin karena berhasil mengkudeta pemimpin
sebelumnya.
Hadits Ke-29
Dari
Mu’adz bin Jabal rodhiallohu ‘anhu berkata: Aku berkata, “Wahai
Rasulullah, beritahu aku amal yang akan memasukanku ke dalam surga dan
menjauhkanku dari neraka”. Beliau bersabda, “Engkau telah bertanya tentang
masalah yang besar. Namun itu adalah perkara yang mudah bagi siapa yang
dimudahkan oleh Alloh subhanahu wa ta’ala. Engkau harus menyembah Alloh dan
jangan menyekutukan-Nya dengan apapun, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat,
berpuasa Ramadhan, dan haji ke Baitullah.” Kemudian beliau bersabda, “Maukah
kamu aku tunjukkan pintu-pintu kebajikan? Puasa adalah perisai, sedekah
memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api, dan shalat di tengah malam.”
Kemudian beliau membaca ayat. “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya….”
Hingga firman-Nya, “…sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan,”
(As-Sajdah 16-17). Kemudian beliau bersabda kembali, “Maukah kalian kuberitahu
pangkal agama, tiangnya dan puncak tertingginya?”. Aku menjawab, “Mau, wahai
Rasulullah.” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pokok urusan
adalah Islam (masuk Islam dengan syahadat,-pent), tiangnya adalah sholat, dan
puncak tertingginya adalah jihad.” Kemudian beliau melanjutkan, “Maukah kalian
kuberitahu tentang kendali bagi semua itu?” Saya menjawab, “Mau, wahai
Rasulullah.” Beliau lalu memegang lidahnya dan bersabda, “Jagalah ini.” Saya
berkata, “Wahai Nabi Alloh, apakah kita akan disiksa karena ucapan-ucapan
kita?” Beliau menjawab, “Celaka kamu. Bukankah banyak dari kalangan manusia
yang tersungkur kedalam api neraka dengan mukanya terlebih dahulu (dalam
riwayat lain: dengan lehernya terlebih dahulu) itu gara-gara buah ucapan
lisannya?” (HR. Tirmidzi ia berkata, “Hadits ini hasan shahih.”)
ILMU YANG
BERMANFAAT
Ilmu
yang semestinya ditekuni dan dikejar adalah ilmu yang bisa memasukan ke surga
dan menyelamatkan dari api neraka. Inilah ilmu yang betul-betul bermanfaat.
Perlu diperhatikan bahwa ada keasyikan tersendiri tatkala menuntut ilmu. Maka
barang siapa yang keasyikannya melalaikan dia dari hakikat dicarinya ilmu, maka
telah melampaui batas.
Pengamalan
ilmu pada dasarnya sesuatu yang berat, tetapi terasa mudah bagi yang mendapat
kemudahan dari Alloh.
IBADAH
Ibadah
hanya boleh ditujukan kepada Alloh. Menunjukkan ibadah kepada selain Alloh
adalah syirik. Ibadah hanya kepada Alloh dan tidak berbuat syirik merupakan
inti risalah para Rasul. Seseorang yang telah menunaikan ibadah hanya kepada
Alloh dan tidak berbuat syirik dinamakan muwahhid.
Syirik
ada dua macam, yaitu syirik akbar dan ashgor. Seseorang yang melakukan syirik
akbar dinamakan musyrik dan hilang tauhidnya jika sebelumnya dia seorang
muwahid. Pelaku syirik ashgor telah berdosa besar dan berkurang tauhidnya,
tetapi tidak hilang tauhidnya.
JIHAD FI SABILILLAH
Jihad
membedakan agama Islam dengan agama yang lain, seperti punuk membedakan unta
dengan binatang yang lainnya. Hukum jihad ada yang wajib dan ada yang sunnah.
Yang wajib terbagi dua, wajib aini dan wajib kifayah. Perincian selanjutnya ada
dalam kitab fikih
Hadits Ke-30
Abu Tsa'labah
Al-khusyani Jurtsum bin Nasyir ra. meriwayatkan dari Rosulullah saw, beliau
bersabda, "Sesungguhnya Allah swt telah menetapkan beberapa
kewajiban, janganlah engkau menyepelekannya (meremehkannya), telah menentukan
sanksi-sanksi hukum, janganlah engkau melanggar, telah pula mengharamkan
beberapa hal, maka janganlah engkau jatuh kedalamnya. Dia juga mendiamkan
beberapa hal --karena kasih sayangnya kepada kalian bukannya lupa-- maka
janganlah engkau mencari-carinya." (Hadits Hasan diriwayatkan oleh
Ad-daruquthni, dll)[1]
Hadits Ke-31
Dari
Abul-Abbas Sahl bin Sa’d As-Sa’idi rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Seorang
laki-laki datang kepada Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai
Rasulullah, tunjukkan aku suatu amal, jika aku lakukan akau akan dicintai Alloh
dan dicintai oleh manusia. “Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Zuhudlah terhadap dunia, niscaya dicintai Alloh dan zuhud lah terhadap apa
yang dimiliki orang lain, niscaya mereka akan mencintaimu” (Hadits
hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan imam yang lainnya dengan sanad yang
shahih)
Kedudukan Hadits
Hadits
ini sangat penting karena berisi landasan untuk mendapatkan cinta Alloh dan
cinta manusia.
Cinta Alloh Dan
Cinta Manusia
Cinta
Alloh dapat diraih dengan menunaikan hak-hakNya dan demikian juga cinta manusia
dapat diraih dengan menunaikan hak-haknya dan memperlakukan mereka secara adil
dan baik. Mendapat cinta Alloh adalah tujuan utama seorang hamba dalam
hidupnya, maka wajib bagi seorang hamba untuk mengetahui hal-hal yang
mendatangkan kecintaan Alloh.
Zuhud
Zuhud
adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat. Maka zuhud
terhadap dunia maksudnya apabila berbuat bukan demi mendapatkan nilai duniawi
tetapi semata-mata lillah, maka sama saja baginya mendapat pujian atau mendapat
celaan manusia.
Zuhud terhadap milik manusia maksudnya tidak ada dalam hatinya keinginan dan perhatian terhadap sesuatu yang menjadi milik orang lain. Barang siapa yang bisa merealisasikan dalam dirinya zuhud dengan pengertian di atas maka dia akan meraih cinta Alloh dan cinta manusia
Zuhud terhadap milik manusia maksudnya tidak ada dalam hatinya keinginan dan perhatian terhadap sesuatu yang menjadi milik orang lain. Barang siapa yang bisa merealisasikan dalam dirinya zuhud dengan pengertian di atas maka dia akan meraih cinta Alloh dan cinta manusia
Hadits Ke-32
Dari
Sa’id Sa’d bin Malik bin Sinan Al-Khudri rodhiallohu ‘anhu, bahwa Rosululloh
sholallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Dilarang segala yang
bahaya dan menimpakan bahaya.” (Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu
Majah, Daruquthni, dan yang lainnya dengan disanadkan dan diriwayatkan oleh
Malik dalam Al-Muwatha’ secara mursal, dari Amr bin Yahya, dari bapaknya, dari
Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dengan meniadakan Abu Sa’id. Hadits ini
menguatkan satu dengan yang lainnya)
Kedudukan Hadits
Hadits
ini sangat penting karena berisi kaidah agama di mana dengan kaidah tersebut
tercakup hukum-hukum yang sangat banyak.
Tidak Mendatangkan
Mudhorot
Sesuatu
yang disyariatkan baik dalam ibadah atau muamalah tidak mendatangkan mudhorot
bagi pelakunya. Hamba tidak boleh mendatangkan mudhorot dalam bermuamalah
sementara dia tidak memperoleh manfaat. Jika mudharat yang ditimbulkan
mendatangkan manfaat bagi dirinya, maka hukumnya tafsil. Yaitu:
1. Jika mudharat
itu sesuatu yang biasa dan manfaatnya jelas, maka hukumnya boleh.
2. Jika mudharat
itu sesuatu yang tidak biasa, dan manfaatnya tidak jelas maka hukumnya tidak
boleh.
Hadits Ke-33
Dari
Ibnu Abbas rodhiallohu ‘anhu bahwa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Jika semua orang dibiarkan menuduh semaunya, niscaya akan ada
banyak orang yang menuduh harta suatu kaum dan darahnya. Oleh karenanya,
haruslah seseorang yang menuduh itu menunjukkan bukti-buktinya dan yang menolak
wajib untuk bersumpah.” (Hadits hasan diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan
yang lainnya, sebagiannya terdapat dalam kitab Shahih)
Kedudukan HaditsHadits ini sangat penting karena merupakan dasar dalam bab hukum dan perselisihan.
Bukti
Bukti
adalah segala sesuatu yang menunjukkan kepada yang benar. Dengan demikian bukti
itu sangat banyak macamnya dan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan waktu dan
tempat.
Bukti dibutuhkan pada setiap pengakuan. Maka pengakuan tanpa bukti tidak dihiraukan. Namun ada kalanya meski penuduh tidak membawa bukti dibutuhkan sumpah dari yang dituduh jika dia mengingkarinya.
Keputusan HakimBukti dibutuhkan pada setiap pengakuan. Maka pengakuan tanpa bukti tidak dihiraukan. Namun ada kalanya meski penuduh tidak membawa bukti dibutuhkan sumpah dari yang dituduh jika dia mengingkarinya.
Hakim
tidak boleh memutuskan berdasarkan yang dia ketahui, tetapi harus berdasarkan
bukti-bukti. Mana yang lebih kuat buktinya itulah ysng dia menangkan meskipun
dia tahu bahwa yang buktinya lebih kuat telah berbuat curang. Maka dalam
perselisihan, keputusan hakim tidak mesti benar. Oleh karena itu tidak boleh
bagi seorang mengambil hak orang lain dengan alasan karena hakim
memenangkannya. Dia menjadikan keputusan hakim sebagai kebenaran, padahal dia
tahu bahwa dirinyalah yang bersalah
Hadits Ke-34
Dari
Abu Sa’id Al-Khudri rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rosululloh
sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa di antara kalian
melihat suatu kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika tidak
mampu, maka dengan lisannya; jika ia masih tidak mampu, maka dengan hatinya dan
itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits
ini sangat penting. Menjelaskan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar.
Merubah Kemungkaran
Kemungkaran
adalah semua yang dinilai jelek oleh syariat, yaitu yang hukumnya haram.
Kemungkaran yang diubah adalah yang terlihat mata atau yang sejajar dengan
kedudukan mata, dan mengubahnya ketika melihat kemungkaran tersebut.
Kemungkaran yang tidak terlihat mata tapi diketahui masuk dalam pembahasan
nasihat. Dan yang diubah adalah kemungkarannya. Adapun pelakunya maka masalah
tersendiri.
Mengubah
kemungkaran tidak sama dengan menghilangkan kemungkaran. Oleh karena itu telah
dikatakan mengubah kemungkaran jika telah mengingkarinya dengan lisannya atau
hatinya, walaupun tidak menghilangkan kemungkaran itu dengan tangannya.
Batasan
kewajiban mengubah kemungkaran terikat dengan kemampuan atau dugaan kuat.
Artinya, jika seorang memiliki kemampuan untuk menghilangkan kemungkaran dengan
tangan maka wajib untuk menghilangkan dengan tangannya. Demikian juga jika
diduga kuat pengingkaran dengan lisan akan berfaedah maka wajib mengingkari
dengan lisannya. Adapun pengingkaran dengan hati maka wajib bagi semuanya,
karena setiap muslim pasti mampu untuk mengingkari dengan hatinya.
Mengingkari
dengan hatinya yaitu, meyakini keharaman kemungkaran yang dia lihat dan
membencinya.
Perbedaan Ingkar
Mungkar dan NasihatIngkar mungkar lingkupnya lebih sempit dibandingkan dengan nasihat. Pembahasan tentang nasihat telah dijelaskan pada hadits ke-tujuh. Ingkar mungkar termasuk dari nasihat. Karena itu ingkar mungkar disyaratkan padanya berbagai syarat, di antara syarat terpenting adalah kemungkaran itu dilihat dan pengingkaran tidak menimbulkan kemungkaran yang lebih besar.
Dampak Ingkar Mungkar dan Hukum Pengingkarannya
Sebuah kemungkaran jika diingkari akan terjadi satu di antara empat tersebut di bawah ini:
1. Berpindah
kepada kemungkaran yang lebih besar. Hukum pengingkarannya haram.
2. Berpindah
kepada keadaan yang lebih baik. Hukum pengingkarannya wajib.
3. Berpindah
kepada kemungkaran lain yang sepadan. Hukum pengingkarannya dibutuhkan ijtihad.
4. Berpindah
kepada kemungkaran lain yang belum jelas besar kecilnya. Hukum pengingkarannya
haram.
Hadits Ke-35
Dari
Abu Hurairah rodhiallohu ‘anhu berkata, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Janganlah kalian saling dengki, jangan saling menipu, jangan
saling membenci, jangan saling membelakangi, dan jangan kalian membeli suatu
barang yang (akan) dibeli orang. Jadilah kamu sekalian hamba-hamba Alloh yang
bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, tidak layak
untuk saling menzhalimi, berbohong kepadanya dan acuh kepadanya. Taqwa itu ada
disini (beliau sambil menunjuk dadanya 3 kali). Cukuplah seseorang dikatakan
jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim. Haram bagi seorang muslim dari
muslim yang lainnya, darahnya, hartanya, dan harga dirinya” (HR.
Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits
ini sangat penting karena merupakan landasan dalam bermuamalah dengan sesama
muslim dan menunaikan hak-hak mereka.
Hasad, Najas,
Kebencian dan Boikot
Hasud
adalah tidak suka melihat saudaranya mendapat kenikmatan, baik berangan-angan
hilangnya nikmat tersebut dari saudaranya atau tidak. Hasud merupakan akhlak
yang sangat tercela. Hasud di samping wujud protes terhadap takdir, juga
su’udzon kepada Alloh tatkala menganggap bahwa nikmat tersebut tidak pantas
didapat saudaranya.
Najas
adalah bermuamalah dengan melakukan berbagai macam tipu daya. Najas hukumnya
haram karena semestinya bermuamalah dengan saudaranya dengan muamalah yang
baik.
Kebencian kepada saudaranya ada dua bentuk, yaitu:
Kebencian kepada saudaranya ada dua bentuk, yaitu:
1.
Benci karena agama. Kebencian seperti ini boleh bahkan wajib, yaitu
membenci saudaranya karena kejelekan agamanya. Kebencian seperti ini tidaklah
kebencian secara mutlak, dalam arti di samping rasa benci terdapat juga dalam
hatinya rasa cinta karena masih saudaranya.
2.
Benci karena dunia. Kebencian seperti ini haram hukumnya. Maka jika
seseorang mendapatkan dalam dirinya kebencian kepada saudaranya hendaklah dia
melihat kepada kebaikannya agar kebencian tersebut hilang.
Hajr atau memboikot
saudaranya, ada dua macam yaitu:
1.
Memboikot karena alasan agama. Hukumnya boleh jika mendatangkan maslahah
bagi yang memboikot atau bagi yang diboikot.
2.
Memboikot karena alasan dunia. Hukumnya boleh jika saudaranya telah menyakitinya
dengan batasan waktu maksimal tiga hari. Dan lebih baik dia memaafkan dan
melupakan kesalahan saudaranya dan tidak memboikotnya.
Merendahkan Saudara
Muslim
Haram
seseorang merendahkan saudaranya. Yaitu dia berkeyakinan bahwa saudaranya lebih
rendah dari dirinya karena keturunannya, daerahnya, pekerjaannya,dan
sebab-sebab lain. Merendahkan saudaranya bertentangan dengan kewajiban untuk
memuliakannya. Karena bagaimanapun keadaan seorang muslim ada pada dirinya
keimanan, ketauhidan, dan lain-lain dari ketaatan yang wajib untuk dimuliakan
Hadits Ke-36
Dari
Abu Hurairah rodhiallohu ‘anhu, Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang
siapa melepaskan seorang mukmin dari kesusahan hidup di dunia, niscaya Alloh
akan melepaskan darinya kesusahan di hari kiamat, barang siapa memudahkan
urusan (mukmin) yang sulit niscaya Alloh akan memudahkan urusannya di dunia dan
akhirat. Barang siapa menutup aib seorang muslim, maka Alloh akan menutup
aibnya di dunia dan akhirat. Alloh akan menolong seorang hamba, selama hamba
itu senantiasa menolong saudaranya. Barang siapa menempuh perjalanan untuk
mencari ilmu, maka Alloh akan memudahkan jalan baginya menuju surga. Tidaklah
suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Alloh untuk membaca Kitabulloh dan
mempelajarinya bersama-sama, melainkan akan turun kepada mereka ketenteraman,
rahmat Alloh akan menyelimuti mereka, dan Alloh memuji mereka di hadapan (para
malaikat) yang berada di sisi-Nya. Barang siapa amalnya lambat, maka tidak akan
disempurnakan oleh kemuliaan nasabnya.” (Hadits dengan redaksi seperti
ini diriwayatkan oleh Muslim)
Membantu Kesulitan
Membantu
saudaranya untuk terlepas dari kesulitan merupakan kebajikan yang mendatangkan
pahala yang sangat besar baik di dunia maupun di akhirat. Kesulitan apapun dan
bantuan dalam bentuk apapun.
Menutup Aib
Menutup
aib saudaranya wajib hukumnya. Baik saudaranya banyak berdosa lebih-lebih yang
taat. Membuka aib hanya boleh dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dengan tetap
memenuhi ketentuan syariat.
Hadits Ke-37
Dari Ibnu Abbas rodhiallohu ‘anhu dari Rasulullah
sholallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda menyampaikan apa yang diterimanya
dari Tuhannya Alloh ‘azza wa jalla. Dia berfirman, “Sesungguhnya Alloh
mencatat semua amal kebaikan dan keburukan”. Kemudian Dia menjelaskan. “Maka
barang siapa telah berniat untuk berbuat suatu kebaikan, tetapi tidak
melakukannya, maka Alloh mencatatnya sebagai satu amal kebaikan. Jika ia
berniat baik lalu ia melakukannya, maka Alloh mencatatnya berupa sepuluh
kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat, bahkan masih dilipatgandakan lagi. Dan
barang siapa berniat amal keburukan namun tidak melakukannya, Alloh akan
mencatatnya sebagai amal kebaikan yang utuh, dan bila ia berniat dan
melakukannya, maka Alloh mencatatnya sebagai satu amal keburukan.” (HR.
Bukhori dan Muslim dalam kedua kitab Shahih-nya dengan redaksi tersebut)
Bertekad Kuat dan Hukumnya
Seseorang
yang bertekad kuat untuk mengamalkan sesuatu, tidak akan terlepas dari enam
keadaan berikut ini:
1.
Bertekad dalam kebaikan dan mengamalkannya. Baginya pahala sepuluh kali
lipat sampai tujuh ratus kali lipat bahkan sampai tak berhingga.
2.
Bertekad dalam kebaikan dan batal mengamalkannya. Baginya pahala satu
kebaikan.
3.
Bertekad dalam kejelekan dan mengamalkannya. Baginya dosa satu
kejelekan.
4.
Bertekad dalam kejelekan dan gagal mengamalkannya karena terhalang
sesuatu. Baginya dosa satu kejelekan.
5.
Bertekad dalam kejelekan dan membatalkannya karena Alloh. Baginya pahala
satu kebaikan.
6.
Bertekad dalam kejelekan dan batal mengamalkannya karena hilang selera,
misalnya. Baginya tidak pahala dan tidak juga dosa.
Hadits Ke-38
Dari Abu Hurairah rodhiallahu ‘anhu, berkata:
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Alloh subhanahu wa
ta’ala berfirman, “Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka Aku mengumumkan
perang terhadapnya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu
yang lebih Aku cintai dari apa-apa yang Aku wajibkan kepadanya, dan hamba-Ku
itu tetap mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku
mencintainya. Bila Aku mencintainya, Aku akan menjadi pendengaran yang ia
gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat,
menjadi tangannya yang ia gunakan untuk menggenggam, dan menjadi kakinya yang
ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta pasti Aku beri, jika ia meminta
perlindungan, niscaya Aku lindungi.” (HR. Bukhari)[1]
Wali Alloh
Wali
Alloh adalah setiap mukmin yang bertakwa. Karena keimanan dan ketakwaan
bertingkat-tingkat demikian juga wali Alloh. Semakin tinggi keimanan dan
ketakwaan maka semakin tinggi pula kedudukan perwaliannya.
Memusuhi Wali Alloh
Memusuhi
wali Alloh artinya membencinya. Membenci wali Alloh hukumnya terbagi dua
seperti telah dijelaskan pada pembahasan membenci saudara muslim.
Kebersamaan Alloh
Wali
Alloh akan meraih kebersamaan dengan-Nya. Artinya Alloh akan senantiasa menjaga
pendengaran, penglihatan dan seluruh tindak tanduknya pada sesuatu yang
diridhoi-Nya. Di samping itu Alloh akan senantiasa mengabulkan doa dan
permintaannya yang terkait dengan urusan dunia atau urusan akhirat. Bukanlah
kebersamaan Alloh berarti Zat-Nya menyatu dengan dirinya. Karena kebesaran dan
keagungan Zat Alloh mustahil untuk menyatu pada Zat makhluk yang sangat kecil
dan hina.
Hadits Ke-39
Dari Ibnu Abbas rodhiallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya
Alloh mengampuni beberapa perilaku umatku, yakni (karena) keliru, lupa dan
terpaksa." (Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Baihaqi,
dan lain-lain)
Kesalahan yang
Dimaafkan
Alloh
memaafkan kesalahan hamba-Nya akibat tersalah (keliru atau tidak sengaja), lupa
atau dipaksa. Maaf di sini dalam arti tidak berdosa. Namun hukum ini terkait
dengan hukum taklifi. Adapun terkait hukum wad’i atau dalam muamalah maka jika
membuat kerugian pada pihak lain dengan sebab tersalah atau lupa tetap harus
menanggungnya, meski tidak berdosa akibat perbuatannya tersebut.
Hadits Ke-40
Dari
Ibnu Umar rodhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam
memegang pundakku dan bersabda, “Jadilah engkau di dunia ini seperti
orang asing atau penyeberang jalan.” Ibnu Umar rodhiallahu ‘anhu
berkata, “Jika kamu berada di sore hari, jangan menunggu pagi hari, dan
jika engkau di pagi hari janganlah menunggu sore, manfaatkanlah masa sehat.
Sebelum datang masa sakitmu dan saat hidupmu sebelum datang kematianmu.”
(HR. Bukhari)[1]
Kedudukan Hadits
Hadits
ini sangat penting karena terkandung di dalamnya wasiat yang sangat agung.
Menjadi Orang Asing
Surga
adalah kampung halaman manusia. Seorang yang berakal tentu merindukan kampung
halamannya yang penuh dengan kenikmatan. Maka dunia ini bukanlah tempat tinggal
yang asli. Manusia di dunia berkedudukan seperti orang asing. Sebagai orang
asing semestinya tidak terpedaya dengan kehidupan dunia lupa akan kampung
halamannya.
Manusia
tidak akan dapat kembali ke kampung halamannya sehingga dia beramal dengan
amalan yang menjadi syarat untuk dapat kembali. Syaratnya adalah senantiasa
menghadirkan hukum syariat di hatinya dalam setiap keadaan kemudian
melaksanakan konsekuensi hukum tersebut. Jika lalai dan terjerumus dalam dosa
segera istighfar dan bertaubat sehingga keadaannya lebih baik dibanding sebelum
berdosa. Itulah manusia yang dapat kembali ke kampung halamannya dalam keadaan
yang paling sempurna.
Hadits Ke-41
Dari
Abu Muhammad Abdullah bin Amr bin Ash rodhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah
bersabda, “Tidak beriman seseorang di antara kalian sehingga hawa
nafsunya mengikuti ajaran yang aku bawa.” (Hadits shahih, kami
riwayatkan dalam kitab Al-Hujjah dengan sanad yang shahih)[1]
Sempurnanya Iman
Sempurnanya
iman hanya bisa diraih dengan menundukkan hawa nafsu untuk mengikuti semua
petunjuk Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu dengan mendahulukan
kehendak Rasulullah atas kehendak dirinya terutama ketika terjadi pertentangan
kehendak. Demikianlah banyak ayat dan hadits yang semakna dengan hadits ini.
Walau secara sanad hadits ini didho’ifkan oleh banyak ulama.
Penafian
iman di sini diartikan sebagai penafian kesempurnaan. Karena seperti telah
dibahas di depan bahwa penafian ada dua macam. Penafian iman sama sekali dan
penafian kesempurnaannya.
Hadits Ke-42
Dari
Anas bin Malik rodhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah
sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Alloh subhanahu wa ta’ala
berfirman, “Wahai anak Adam, sepanjang engkau memohon kepada-Ku dan berharap
kepada-Ku akan Aku ampuni apa yang telah kamu lakukan. Aku tidak peduli. Wahai
anak Adam, jika dosa-dosamu setinggi awan di langit kemudian engkau meminta
ampunan kepada-Ku akan Aku ampuni. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau
datang membawa kesalahan sebesar dunia, kemudian engkau datang kepada-Ku tanpa
menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan datang kepadamu dengan
ampunan sebesar itu pula.” (HR. Tirmidzi, ia berkata, ”hadits ini hasan
shahih.”)[1]
Pengampunan Dosa
Seberapa
pun besar dosa seseorang Alloh menjanjikan ampunan jika mau istigfar. Ampunan
Alloh akan menyebabkan terhapusnya dosa. Terhapusnya dosa menyebabkan terhindar
dari azab dunia dan azab akhirat.
Siapa
yang mau istigfar ketika berdosa maka dosanya terhapus meski puluhan kali dia
lakukan tiap harinya. Dan dia terbebas dari predikat orang yang terus menerus
dalam dosa. Ini semua menunjukkan betapa besar dan luasnya rahmat Alloh pada
hamba-Nya. Maka celakalah seorang hamba yang mengetahui luasnya rahmat Alloh
namun dia tidak berusaha untuk meraihnya sehingga terhalang dari rahmat-Nya.
Semoga
istigfar menjadi istiqomah kita sebagaimana istiqomah Nabi kita. Beliau dalam
sehari lebih dari tujuh puluh kali beristigfar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar